Senin, 01 September 2008

Ingin Mencoba Bertanam Ubi Jalar, Semangka dan Bawang Merah

Ingin Mencoba Bertanam Ubi Jalar, Semangka dan Bawang Merah

Dengan hormat,
Salam sejahtera untuk kita semua semoga Tuhan selalu memberkati kita dan melindungi kita semua di dalam segala aktivitas kita. Amin.
Selanjutnya saya bernama Mukhlis AN usia 35 tahun, petani pemula. yang akan mencoba untuk bertani dengan berbagai tanaman alternatif / yang lebih produktif daripada tanaman pertanian yang telah ada selama ini.
Adapun tanaman yang akan kami coba:
1. Ubi jalar (ABARAGI) di lereng gunung
2. Semangka, Bawang Merah, Cabai dan Tomat yang rencananya akan ditanam pada lahan seluas 350 ru/ 0,5 hektar. Dengan kondisi tanah agak liat.
Pada Majalah ABDI TANI Edisi IV April- Juni 2000 halaman 34 kolom 2 disebutkan bahwa dengan menambah Na pada ubi akan meningkatkan hasil. Yang kami tanyakan, bagaimana cara pemakaiannya? Dan selanjutnya kami mengharap kepada Bapak Pimpinan Majalah ABDI TANI untuk mem-berikan solusi untuk mewujudkan harapan kami ini. Atas bantuan dan kesediaan Bapak kami ucapkan banyak terima kasih.
Hormat kami,

Mukhlis AN

Yth. Bp. Mukhlis AN
di Poso

Dengan hormat,
Kami amat mendukung tekad Bapak untuk menggeluti usaha bercocok tanam yang lebih produktif. Menanam 5 jenis tanaman yang berbeda pada satu lahan dan waktu yang bersamaan mungkin merupakan langkah yang cukup berani, dalam arti mungkin Bapak sudah ada pengalaman dengan tanaman-tanaman tersebut sehingga tidak akan mengalami kesulitan sepanjang musim.
Menurut hemat kami, Bapak bisa mengambil langkah-langkah sebagai berikut ini :
1. Ubi jalar ditanam pada lahan yang paling tidak mudah tergenang.
2. Berikutnya adalah semangka dimana pengairan mudah masuk dan keluar (drainase)
3. Untuk tanaman Cabai dan tomat dapat disiapkan bedangan dengan kedalaman got 20 cm untuk musim kering dan 40 cm atau lebih untuk musim penghujan. hal ini berkaitan dengan kebutuhan air tanaman yang mudah tersedia sekaligus untuk menuntaskan kelebihan air agar kondisi lingkungan tanaman tidak terlalu lembab dan sirkulasi udara lebih lancar.
4. Tanaman bawang merah memerlukan pengairan yang cukup dan rutin tetapi tetap tidak menghendaki genangan pada daerah perakaran sehingga dibutuhkan bedengan yang cukup tinggi tetapi mudah memperoleh pengairan baik dari resapan perakaran maupun siraman dari atas tanaman.
Jenis tanah agak liat bisa ditanam dengan tanaman-tanaman tersebut di atas. Dianjurkan ditambahkan kapur secukupnya untuk mengurangi kemsaman tanah (gejalanya bila tanaman tumbuh kerdil dan berwarna pucat). Harus dijaga agar permukaan tanah tidak retak dan terlalu kering karena dapat merusak akar tanaman dan dapat menimbulkan kelayuan atau serangan penyakit dari daerah perakaran.
Mengenai ukuran petak sebaiknya disesuaikan dengan kondisi lahan dan sumber pengairab agar pada saat mengairi atau menyiram tanaman tidak mengalami kesulitan. Selanjutnya mengenai cara bercocok tanam untuk masing-masing tanaman kami harap disesuaikan dengan pengalaman Bapak sebelumnya. Di bawah ini kami sampaikan beberapa tips yang mungkin dapat membantu meningkatkan keberhasilan bercocok tanam :
a. Persiapan : lahan cukup remah dan cukup air pada saat penanaman
b. Jarak tanam : pengaturan jarak tanam agar tajuk tanaman tidak saling menutupi ( tidak terlalu rimbun)
c. Pemupukan : penggunaan pupuk lengkap dengan takaran yang cukup dan tepat waktu
Contoh : Pupuk nitrogen diberikan sejak pembungahan hingga masa pengisian buah/hasil. Pupuk phosfat umumnya membutuhkan waktu sebelum diserap oleh akar tanaman sehingga perlu diberikan pada awal pertumbuhan. Penambahan pupuk daun dan pupuk mikro sangat dianjurkan untuk meningkatkan kesehatan tanaman. Sebagai tambahan informasi yang Bapak tanyakan, pemberian NaCl pada percobaan tersebut bisa dengan cara dilarutkan dalam air dan disiramkan di sekitar perakaran.
d. Pestisida (Insektisida, Akarisida, dan Fungisida) : agar lebih efektif dan efisien diperlukan pemantauan hama dan penyakit tanaman secara rutin.Gunakan pestisida sesuai dengan sasaran dan dosis anjuran. Untuk mencegah kekebalan hama dianjurkan untuk menggunakan beberapa jenis pestisida yang berlainan. Khusus untuk tanaman semangka, sebaiknya penyemprotan pestisida dikerjakan pagi-pagi sekali atau sore hari terutama pada masa pembungaan. Hal ini dimaksudkan supaya tidak membunuh serangga penyerbuk bunga. Serangga penyerbuk bunga bermanfaat untuk menyerbuki calon buah semangka sehingga buah menjadi banyak.
e. Pembersihan gulma : penyiangan rumput/gulma di sekitar tanaman sangat perlu karena gulma ikut bersaing dengan tanaman utama dan dapat menurunkan produksi.
Demikian jawaban dan penjelasan dari kami, semoga bermanfaat dan sukses usaha tani Bapak.

Pestisida yang Cocok untuk Mengendalikan Hama dan Penyakit pada Fase Pemben-tukan Bunga?

Batu, 7 Mei 2001

Dengan hormat,
Dengan ini tersentuh hati saya setelah membaca buku/brosur-brosur Bapak tentang klinik tanaman. Maka akan merasa sangat senanglah saya bila saya diberi penjelasan-penjelasan dari Bapak , namun saya mohon maaf atas kelancangan saya ini. Perlu saya utarakan disini bahwa saya adalah petani kecil, kebiasaan menanam apel, cabai dan tomat.
Karena saya mengalami kesukaran dalam menanam sayur-sayuran dan apel, sudilah kiranya saya diberikan penjelasan oleh Bapak, agar saya dapat meraih sukses semaksimal mungkin.
Kesukaran yang saya alami atau yang dimaksudkan ialah : pada fase tanaman menjelang bunga sampai dengan penyerbukan bunga menjadi buah, pada tanaman cabai, tomat dan apel supaya saya diberikan penjelasan yang tepat.

1) Fase penyerbukan
A. Insektisida apa yang dipakai , brp dosis yang dipakai (cc/gram per liter air)
B. Fungisida apa yang dipakai , brp dosis yang dipakai (cc/gram per liter air)
C. Pupuk daun apa yang dipakai, brp dosis yang dipakai (cc/gram per liter air)
D. Perata/perekat apa yang dipakai, brp dosis yang dipakai (cc/gram per liter air)
E. Interval penyemprotan berapa hari sekali.

2) Fase Penanaman
Dari awal tanam sampai mendekati keluarnya kuncup bunga dapat saya atasi

3) Fase pentil/buah sampai panen
Fase pentil/buah sampai panen dapat saya atasi
Atas kemurahan hati Bapak saya diberi penjelasan yang tepat sebelum dan sesudahnya saya haturkan beribu-ribu terima kasih.

Hormat saya
S. Widia Hari Purnomo Wahyudi
Jl. Rahayu No. 53 RT3 RW.3
Dukuh Banaran (Bumiaji)
Batu

Kepada Yth.
Bapak S. Widia Heri Purnomo Wahyudi
di Batu

Terima kasih atas surat Bapak kepada kami.
Langsung saja akan kami tanggapi tentang pertanyaan-pertanyaan Bapak yaitu berkaitan dengan masalah-masalah yang timbul pada fase pembungaan sampai pembentukan buah tanaman cabai, tomat dan apel. Sedangkan fase-fase lain sebelum pembungaan dan setelah pembentukan buah sampai panen sudah Bapak atasi dengan baik.
Fase pembungaan adalah salah satu fase kritis dari proses pertumbuhan tanaman cabai, tomat dan apel oleh karena produksi buah sangat ditentukan oleh keberhasilan pembentukan bunga dan pembuahan. Keluarnya kuncup bunga menandai pergantian pertumbuhan vegetatif ke pertumbuha generatif dimana tanaman mulai membtnuk keturunan. Kuncup bunga yang baru tumbuh merupakan jaringan yang lunak sehingga mudah mengalami gangguan dari luar seperti apabila terjadi serangan hama dan penyakit. Hama yang menyerang bunga dapat menyebabkan kerusakan bagian-bagian bunga atau bahkan dapat menyebabkan bunga rontok. Apabila bunga yang tidak sempurna tersebut menjadi buah maka bentuk buah menjadi tidak normal dan kualitasnya menurun. Kerontokan bunga akan menurunkan produksi tanaman secara total. Oleh karena itu masalah ini harus dapat dicegah atau dihindari sedapat mungkin ditekan agar tidak menjalar dan menimbulkan kerugian yang lebih besar.
Berikut ini beberapa hama dan penyakit penting yang sering dijumpai pada tanaman cabai , tomat dan apel dan beberapa cara penanggulangannya:
Thrips
Hama ini menyerang dengan cara menusuk dan menghisap cairan sel bunga sehingga bunga menjadi layu dan rontok. Banyakjenis insektisida yang dapat digunakan untuk memberantas hama thrips antara lain Winder 25WP (bahan aktif imidakloprid)dengan konsentrasi 0,125 - 0,25 gram/liter dan interfal 4 hari sekali selama pembungahan.
Tunga/Mite
Termasuk famili akarina. Gejala serangan pada kelopak bunga, putik dan kotak sari terlihat kotor bekas tusukan, akhirnya bunga gagal menjadi buah dan rontok. Akarisida Samite 135EC dengan konsentrasi 0,25 - 0,5 cc/liter dan interfal 1 minggu adalah salah satu akarisida yang dianjurkan karena mempunyai efektifitas yang tinggi dalam memberantas hama tungau.
Pengendalian serangan hama sangat dianjurkan melalui pengamatan serangan dan populasi atau jumlah hama, sehingga penyemprotan insektisida maupun akarisida bisa lebih efektif dan efisien sesuai dengan keadaan di lapangan.
Untuk jenis penyakit umumnya bersifat spesifik. Pada tanaman cabai, Antracnose (pathek) menjadi salah satu penyakit yang disebabkan oleh jamur Colletotricum. Penyakit ini menyerang buah kecil juga akan menyebabkan buah gugur. Kombinasi fungisida yang bersifat sistemik dan kontak dapat menekan serangan lebih baik dibandingkan dengan salah satu saja. Fungisida berbahan aktif tembaga seperti Kocide 54WDG dapat dianjurkan untuk proteksi bunga sebelum terserang. Contoh fungisida sistemik adalah Starmyl 25WP. Yang berbahan aktif Metalaksil Salam,

Mengenal Cabai Organik

Cabai Organik Dan Peluang Pengembangannya

Cabai merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan dapat tumbuh diberbagai jenis tanah, dengan ketingian tempat 1-1200 mdpl. Masalah utama dalam budidaya cabai adalah tingginya serangan hama/penyakit yang secara ekonomis dapat menurunkan produkitifitas, penggunaan pestisida kimia yang kurang bijaksana berdampak pada lingkungan dan tidak aman untuk dikonsumsi. Untuk mengurangi penggunaan pestisida kimia diperlukan teknologi inovasi penggunaan pupuk dan pestisida organik. Budidaya cabai organik tidak terlepas dari penggunaan pupuk organik dan pestisida organik, untuk itu kondisi lahan harus diketahui agar produktifitas dari cabai yang diusahakan tidak menurun. Permasalahan utama dalam pengembangan cabai organik adalah memiliki produktifitas sedikit lebih rendah, penampilan fisik yang kurang prima/kurang bagus dibanding dengan tanaman yang dibudidayakan secara kimia. Untuk menghasilkan penampilan fisik yag prima perlu dilakukan sortiran.

Keunggulan produk cabai organik adalah aman dikonsumsi, tidak mengandung residu pestisida dan zat kimia yang beracun, rasa lebih enak dan tidak cepat busuk.

Pemilihan lahan dan Lokasi

PemIlihan Lahan dan lokasi untuk tanaman cabai organik harus bebas dari bahan kimia sintetis, dan bila lahan yang ditanami berasal dari lahan non organik maka harus dikonversi ke lahan organik secara bertahap dengan cara diberi pupukl organik (kompos atau pupuk kandang).

Pemilihan Benih

Benih yang yang digunakan sebaiknya tidak berasal dari produk hasil rekayasa genetik, menggunakan benih lokal/produk cabai organik, untuk penyemaian juga dilakukan tanpa menggunakan bahan kimia.

Pengelolaan Kesuburan Tanah

Agar tanaman tumbuh sehat, maka kesuburan tanah harus dijaga dengan selalu menambah bahan organik kedalam tanah melalui pemberian pupuk alami atau kompos/pupuk kandang yang telah difermentasi. Agar kandungan hara pupuk organik yang diberikan banyak mengandung unsur hara yang cukup bagi tanaman, maka bahan-bahan pembuat pupuk tersebut harus diperkaya dengan bahan tambahan yang banyak mengandung unsur hara makro dan mikro seperti tepung ikan, tepung tulang, tepung darah, dll.

Pemupukan Cabai Organik

Agar tanaman cabai yang ditanam secara organik tidak nampak kekurangan unsur hara, pemupukan tambahan juga perlu diberikan pada priode perkembangan tanaman dengan tujuan untuk mencegah tanaman tidak kekurangan hara, pemupukan susulan dengan menggunakan PPC organic interval 10 hari.

Pemeliharaan

Secara umum pemeliharaan meliputi penyiangan, pengendalian hama penyakit, pemasangan ajir atau bambu untuk menghindari robohnya tanaman cabai. Penyiangan dilakukan minimal 2 kali/musim tanam yaitu menjelang dilakukan pemupukan susulan, pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan menggunakan konsep PHT dengan pestisida nabati dan hayati (Organem, Mitol,Trichoderma). Dan pemasangan ajir pada setiap tanaman.

Panen dan Pasca Panen

Tanaman cabai dapat dipanen bila buah berukuran penuh dengan kulit matang awal dan berwarna merah., dengan umur panen sekitar 90-100 hari setelah tanam, pada pemrosesa hasil panen harus diusahakan sedemikian rupa agar terhindar dari kontaminasi dengan bahan kimia sintetis untuk itu perlakuan penyimpanan harus diperhatikan dan diusahakan setelah cabai dipanen disortir dan dikemas dengan baik.

Peluang Pengembangan



Pengembangan tanaman cabai organik juga dapat dilakukan pada agro ekosistem lahan kering dataran rendah seperti yang telah diusahakan di Desa Aur Sati Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau, dengan total produksi 2140.154 - 2475.81 kg/ha, tidak berbeda dengan penanaman cabai kimia. Keuntungan yang diperoleh mencapai Rp.15.280.186 - Rp.19.807.345

Virus Tanaman Cabai

Mengenali Virus Tanaman Cabai
Oleh Mr.A'an
Serangan penyakit yang di sebabkan oleh virus telah membuat heboh dan mengagetkan banyak orang. Sebut saja SARS, AIDS, flu burung (avian influenza), dan akhir-akhir ini kasus virus polio di Sukabumi yang mengakitbatkan kelumpuhan. Bagi petani cabai, ternyata serangan virus telah menjadi sesuatu yang menakutkan pula. Betapa tidak, dalam beberapa tahun terakhir ini ribuan hektar cabai luluh lantah di terjang virus dengan gejala kuning keriting.

Sejak kapan tanaman cabai terserang virus dengan gejala kuning keriting, tak ada catatan yang pasti. Namun pada tahun 2003, virus telah meresahkan dan merugikan petani di berbagai sentra tanaman cabai di Indonesia (Kompas, 31 Mei, 2003; Trubus April 2003/XXXIV). Kumulatif luas serangan penyakit virus kuning per Desember 2004 mencapai 984,6 hektar (MI online-2/9/05). Direktorat Perlindungan Holtikultura Departemen Pertanian RI, memperkirakan tingkat kehilangan hasil petani sekitar 1.626 ton. Dengan harga cabai di tingkat petani Rp 4.500 per kilogram (kg) maka tingkat kerugian mencapai 7,31 milyar. Hingga saat ini, penyakit virus kuning telah menyerang lahan tanaman cabai di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Barat, Bali, Lampung, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Bengkulu, Kalimantan Timur dan Gorontalo. Di Sleman, virus yang lebih di kenal dengan bule amerika ini telah meluluh lantahkan lebih dari 116 hektar tanaman cabai.

Berita terkini (Kompas, 11 Mei 2005), ratusan hektar tanaman cabai di Kecamatan Tambangan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, hancur dan gagal panen karena terserang virus. Akibatnya, petani mengalami kerugian jutaan rupiah dan terancam tidak mampu menanam cabai lagi pada musim tanam berikutnya. Serangan virus yang selalu datang setiap tahun tentu akan menimbulkan keengganan petani untuk menanam cabai. Namun di sisi lain, menurunnya luas penanaman akan membuka peluang bagi petani untuk dapat meraih keuntungan, asalkan bisa menangkis serangan virus. Mengetahui virus penyebab penyakit secara pasti dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sangat penting untuk menentukan tindakan pengendalian yang tepat.

Gejala dan Virus Penyebab Penyakit

Serangan virus ini pada tanaman cabai menunjukkan gejala bercak kuning di atas permukaan daun, dan perlahan-lahan bercak itu meluas hingga seluruh permukaan daun menguning. Bentuk daun menjadi lebih kecil dari ukuran daun normal, melengkung dan kaku. Pada serangan yang berat, hamparan cabai bisa berubah warna menjadi kuning, lalu daun akan rontok. Bila kita perhatikan tanaman yang terserang virus ini maka di bawah permukaan daun akan di terlihat kutu berwarna putih/kutu kebul (Besimia tabaci Genn.) yang di duga sebagai vektor (pembawa) penyebar virus. Melihat gejala di atas dan adanya kutu kebul, ada dugaan bahwa penyakit kuning keriting tersebut di sebabkan oleh geminivirus.

Geminivirus merupakan virus tanaman yang banyak menimbulkan kerusakan di daerah tropik dan subtropik. Geminivirus ini mempunyai genom berupa DNA utas tunggal (single stranded/ss DNA), berbentuk lingkaran dan terselubung protein dalam virion ikosahedral kembar (gemini) dengan ukuran 18~30 nm. Virus ini diklasifikasikan dalam famili Geminiviridae yang terbagi dalam 4 genus (Mastrevirus, Curtovirus, Topovirus, dan Begomovirus) berdasarkan struktur genom, serangga vektor dan tanaman inang. Genus Mastrevirus mempunyai genom berukuran 2.6~2.8-kilo base (kb), ditularkan oleh wereng hijau (Leafhopper) ke tanaman monokotil. Genus Curtovirus merupakan virus dengan genom berukuran 2.9~3.0 kb., ditularkan juga oleh wereng hijau (Leafhopper) ke tanaman dikotil. Genus Topovirus mempunyai ukuran genom yang sama dengan Curtovirus, namun virus ini ditularkan oleh wereng pohon (Treehopper) ke tanaman dikotil. Sedangkan genus Begomovirus mempunyai genom berukuran 2.5~2.9 kb., yang menyerang tanaman dikotil dan ditularkan oleh kutu kebul (Whitefly, Bemisia tabaci Genn.). Begomovirus mempunyai spesies yang paling banyak dan menyerang banyak tanaman di bandingan 3 genus yang lainnya. Untuk membedakan virus sampai ke tingkat spesies maka mengetahui urutan sekuen DNA merupakan cara yang paling tepat.

Hasil sekuen DNA begomovirus asal tanaman cabai dari Indonesia dibandingkan dengan beberapa spesies begomovirus yang telah di ketahui di GenBank diantaranya Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV, X15656), Tomato leaf curl virus (ToLCV, S53251), Tomato yellow leaf curl Thailand virus (TYLCTHV, X63015), Ageratum yellow vein virus (AYVV, X74516), Pepper leaf curl virus (PepLCV, AF134484), Tomato leaf curl Indonesia virus (ToLCIDV, AF189018) dan Tomato leaf curl Java virus (ToLCJAV, AB100304), menunjukkan kesamaan sekuen DNA di bawah 90%. Artinya bahwa begomovirus asal tanaman cabai dari Indonesia merupakan spesies yang berbeda dengan begomovirus yang sudah di laporkan sebelumnya. Kemudian di namakan Pepper yellow leaf curl Indonesia virus (PepYLCIDV) dan terdaftar di DDBJ (DNA Data Bank of Japan), EMBL (The European Molecular Biology Laboratory) atau GenBank dengan accession number AB189850. Secara genetik PepYLCIDV mempunyai hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan ToLCPHV asal Filipina di bandingkan spesies lainnya.

Cara Pengendalian

Sampai saat ini belum ditemukan bahan kimia atau cara fisik yang dapat mematikan atau menginaktifkan begomovirus dalam tanaman tanpa mempengaruhi kehidupan tanaman itu sendiri. Oleh karena itu, saat ini pengendalian penyakit virus ini bukan ditujukan untuk menyembuhkan tanaman yang terinfeksi, namun lebih mengutamakan pada pengelolaan ekosistem yang dapat mencegah dan mengurangi terjadinya infeksi virus pada pertanaman lainnya.

Secara alamiah begomovirus tidak menular melalui benih tapi hanya menular dengan bantuan serangga B. tabaci dari tanaman satu ke tanaman lainnya. Karena itu, pengendalian serangga vektor (B. tabaci) dan sumber penyakit lainnya merupakan kunci dalam mengendalikan begomovirus. Bersihkan tanaman di sekitar lahan dari tanaman atau gulma yang menjadi inang begomovirus seperti tomat, babadotan (Ageratum conyzoides L.), atau tembakau. Waspadai bila tanaman tomat menunjukkan gejala daun kekuningan atau menggulung, dan babadotan dengan lurik kekuningan, karena bisa menjadi sumber virus yang akan menyerang tanaman anda.

Bila ada tanaman cabai yang menunjukkan gejala daun kuning keriting/melengkung sebaiknya di cabut dan di buang. Mengendalikan B. tabaci dapat di lakukan secara biologi, fisik atau kimia dengan pestisida. B. tabaci dapat di kendalikan secara biologi dengan parasit Encarsia (Encarsia Formosa; E. lutela), Eretmocerus californicus, E. mundus dan E. eremicus. Namun, Encarsia lebih umum di gunakan untuk mengendalikan B. tabaci di rumah kaca maupun lapang. Patogen serangga seperti Beauveria bassiana dan Paecilomyces fumosoroseus juga dapat di gunakan untuk pengendalian B. tabaci. Pengendalian secara biologi sebaiknya di aplikasikan bila populasi B. tabaci tidak terlalu tinggi. Bila populasi tinggi sebaiknya di ikuti cara pengendalian lainnya.

Secara fisik, pengendalian dapat di gunakan dengan menggunakan perangkat (sticky traps) terbuat dari plastik atau papan berwarna kuning, lalu bungkus dengan plastik transparan yang bagian luarnya telah di beri lem/perekat. Lalu di pasang di tengah pertanaman cabai sebagai perangkap B. tabaci. Pestisida nabati seperti Pyrethrin (dari chrysanthemum) dan nimba dapat digunakan untuk menekan populasi B. tabaci. Bila menggunakan pestisida komersial sebaiknya pilih yang berbahan aktif organophospathes,, carbamates, atau pyrethroid. Pengendalian dengan pestisida sebaiknya digunakan sore hari atau pagi-pagi sebelum matahari terbit, dan dapat menjangkau permukaan bawah daun dimana biasanya B. tabaci berada.

email: bystrekermraabmedancity@gmail.com`````streker_s@yahoo.co.id

Pertanian Organik

Menjadi Miliarder dengan Bertani Organik
Agus Ramada S – Eka Agro Rama
18 May 2007
Seringkali kita mendengar keluhan klasik petani Indonesia, produktivitas hasil panen turun dan biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan penghasilan yang didapat. Ada apa sebenarnya? Bukankah negara kita dikenal dengan sebutan negara agraris?

Dulu, nenek moyang kita bercocok tanam dengan cara sederhana dan belum ada
penemuan teknologi pertanian seperti zaman sekarang. Tapi, kenapa mereka bisa menjadikan negeri ini kaya raya, sehingga banyak bangsa lain tergoda menjajahnya? Ada yang salah dengan teknologi pertanian kita!

Ketergantungan pada penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia yang semakin mahal harganya menjadikan biaya produksi petani kian meningkat. Awalnya memang menggembirakan. Penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia menjadikan hasil panen petani berlipat ganda. Segalanya menjadi serba mudah untuk menyiasati kondisi alam yang tidak bersahabat dengan bantuan zat kimia tesebut.

Tetapi, kita tidak sadar bahwa zat kimia ibarat candu bagi kondisi tanah sebagai tempat
tinggal tanaman. Sebagai contoh, pemberian dosis 1x untuk mendapatkan hasil panen 2x, pada jangka waktu tertentu akan menjadi pemberian dosis 2x untuk mendapatkan hasil panen 2x.
Karena apa? Zat kimia merusak struktur tanah. Tanah menjadi sakit, sudah tidak ada lagi mikroorganisme hidup di dalamnya yang sebenarnya sangat membantu mempertahankan keseimbangan struktur tanah secara alami.

Lalu, bagaimanakah solusinya? Back to organic. Mulailah mengendalikan penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia dengan cara bijaksana. Bila perlu, tinggalkan dan mulai menerapkan kembali pola bercocok tanam nenek moyang kita dahulu dengan teknologi kompos untuk meningkatkan produktivitas pertanian.

Untuk beberapa periode panen, tentunya petani harus siap. Karena, poduktivitas hasil pertanian akan turun karena proses pemulihan struktur tanah.

Dari hasil polling 2 kelompok petani yang berbeda, didapat alasan kenapa petani tidak ingin menggunakan teknologi kompos, 60% tidak yakin dengan efektivitasnya (lamanya waktu pengolahan dari bahan baku sampai dengan siap kompos). Tapi, sebanyak 64% menjawab bahwa pupuk kompos tidak tersedia di lapangan.

Memang betul bahwa dengan cara sederhana, pengolahan kotoran ternak sebagai bahan baku kompos memerlukan waktu 1 bulan sampai siap diberikan pada tanaman. Tidak salah bila budaya petani kita adalah budaya petani yang sangat memerlukan teknologi pertanian yang aplikatif dengan biaya terjangkau. Budaya ini yang akhirnya menjadikan pupuk dan obat-obatan kimia laris manis bak kacang goreng saat awal diterapkannya.

Alangkah baiknya bila ilmuwan dan peneliti kita terus tertantang untuk menemukan teknologi pertanian yang aplikatif dengan biaya terjangkau serta bersifat organik. Seperti yang telah dilakukan oleh Dr. Ir. Mesak Tombe, peneliti utama dari Balai Tanaman Obat dan Aromatika, Bogor.

Hasil penemuan doktor lulusan Jepang ini telah membantu petani untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian berupa teknologi bio triba yang sangat bermanfaat dalam pengolahan kompos organik.

Teknologi bio triba sangat membantu dalam proses penguraian limbah menjadi kompos melalui bantuan mikroorganisme secara terkendali. Mikroorganisme tersebut tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah, namun dapat pula mengendalikan patogen pada tanaman dengan Trichodherma dan Bacillus.

Hasil Penelitian pada Tanaman Jagung:
1. Tanpa kompos dan tanpa Bio Triba, produksinya 2,28 ton per ha
2. Kompos namun Tanpa Bio Triba, produksinya 5,04 ton per ha
3. Kompos dan Bio Triba, produksinya 5,58 ton per ha

Hasil Penelitian pada Tanaman Bawang Merah:
1. Tanpa kompos dan tanpa Bio Triba, produksinya 14,83 ton per ha
2. Kompos namun Tanpa Bio Triba, produksinya 21,14
ton per ha
3. Kompos dan Bio Triba, produksinya 23,97 ton per ha

Hasil Penelitian pada Tanaman Petsai:
1.Tanpa Kompos dan Tanpa Bio Triba Produksi 3,42 ton per ha
2.Kompos namun Tanpa Bio Triba Produksi 8,79 ton per ha
3. Kompos dan Bio Triba, produksinya 12,29 ton per ha

Harga Produk Pertanian Organik Lebih Tinggi
Berita menarik, pasar produk pertanian organik memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan produk non-organik di pasar konvensional. Rata-rata harganya sekitar 100–300 persen lebih mahal dibanding produk pertanian non-organik. Hal ini amatlah wajar. Produsen pertanian organik di dunia masih belum banyak.

Di negara tetangga kita Singapura misalnya, diperkirakan lebih dari 50 ribu konsumen membelanjakan US$ 5 juta untuk produk pertanian organik. Australia dan Selandia Baru merupakan pemasok rutin ke negara Singa tersebut. GNP (gross national product) Singapura yang mencapai USD 95,5 miliar telah menjadikan negeri ini sebagai pasar
organik yang menjanjikan!

Tidak hanya sayuran dan buah-buahan, pasar organik rempah di luar negeri pun terus menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Produk rempah organik yang sudah menjadi primadona pilihan antara lain: lada merah, temu lawak, vanili, dan kayu Manis. Kita ambil contoh harga kayu manis, kualitas terbaik di Indonesia hanya
dihargai Rp2.600 s.d Rp5.000 per kg. Bandingkan di Eropa yang dihargai Rp25.000 s.d Rp28.000 per kg.

Kendala yang mungkin harus kita upayakan solusinya bilamana ingin membidik potensi ekspor produk pertanian organik tidak lain adalah mahalnya biaya sertifikasi. Seperti yang kita ketahui, mayoritas petani Indonesia adalah bermodal kecil dan berlahan
sempit. Namun, hal ini tidaklah menjadi masalah bila petani dalam satu wilayah atau daerah dapat berkoordinasi untuk melakukan sertifikasi berupa bentuk kelompok.

Tentunya harus ada upaya kerjasama tidak hanya melibatkan koordinasi antarpetani. Peran Pemerintah dan sektor swasta amat dibutuhkan dalam hal ini, baik sebagai penyedia sumber permodalan maupun pembuka akses pasar.

Bertani organik juga perlu kesabaran serius. Awalnya petani akan dikagetkan dengan hasil produksi yang menurun secara drastis pascaperalihan dari pertanian konvensional menuju organik. Regulasi terbaru standar pertanian organik Eropa, perlu waktu 3 tahun
pemeriksaan untuk produsen di negara berkembang yang akan memasuki pasar organik Eropa sebelum dinyatakan lulus sertifikasi. Lalu, selama 3 tahun tersebut, produk pertanian bersangkutan hanya dinyatakan produk konvensional atau non-organik.

Kombinasi usaha peternakan dan pertanian juga amat dianjurkan dalam melakukan budidaya pertanian organik. Ketersediaan bahan baku pupuk akan lebih mudah didapatkan dengan adanya produksi kotoran ternak yang kita pelihara.

Tidak hanya itu, daging hewan ternak dapat menjadi sumber penghasilan tambahan sebelum kita menunggu hasil panen pertanian organik dan menjadi miliarder petani organik Indonesia! Salam Organik!

Oleh. Agus Ramada S – Eka Agro Rama
Direktur Utama Eka Agro Rama