Kamis, 14 Agustus 2008

KAKAO

HAMA/PENYAKIT UTAMA PADA TANAMAN KAKAO DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA
Usaha pengembangan kakao di Lampung sering mengalami berbagai hambatan terutama oleh hama dan penyakit. Salah satu kendala utamanya adalah adanya beberapa jenis hama /penyakit yang sering menyerang tanaman kakao. Jenis hama/penyakit yang sering menyerang tanaman kakao di Lampung antara lain: (a) hama penggerek buah kakao; (b) kepik penghisap buah kakao, Helopeltis antonii Sign; dan (c) penyakit busuk buah, Phytophthora palmivora.

GEJALA SERANGAN

a. Penggerek buah kakao (PBK)
Conopomorpha cramerella
Buah kakao yang diserang berukuran panjang 8 cm, dengan gejala masak awal, yaitu belang kuning hijau atau kuning jingga dan terdapat lubang gerekan bekas keluar larva. Pada saat buah dibelah biji-biji saling melekat dan berwarna kehitaman, biji tidak berkembang dan ukurannya menjadi lebih kecil. Selain itu buah jika digoyang tidak berbunyi.

b. Kepik penghisap buah (Helopeltis spp)
Buah kakao yang terserang tampak bercak-bercak cekung berwarna coklat kehitaman dengan ukuran bercak relatif kecil (2-3 mm) dan letaknya cenderung di ujung buah. Serangan pada buah muda menyebabkan buah kering dan mati, tetapi jika buah tumbuh terus, permukaan kulit buah retak dan terjadi perubahan bentuk. Bila serangan pada pucuk atau ranting menyebabkan daun layu, gugur kemudian ranting layu mengering dan meranggas.

c. Penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora)
Buah kakao yang terserang berbercak coklat kehitaman, biasanya dimulai dari ujung atau pangkal buah. Penyakit ini disebarkan melalui sporangium yang terbawa atau terpercik air hujan, dan biasanya penyakit ini berkembang dengan cepat pada kebun yang mempunyai curah hujan tinggi dengan kondisi lembab.

METODE PENGENDALIAN
Usaha pengendalian hama/penyakit tersebut terutama dilakukan dengan sistem PHT (pengendalian hama terpadu).
• Hama penggerek buah.
Pengendaliannya dilakukan dengan : (1) karantina; yaitu dengan mencegah masuknya bahan tanaman kakao dari daerah terserang PBK; 2) pemangkasan bentuk dengan membatasi tinggi tajuk tanaman maksimum 4m sehingga memudahkan saat pengendalian dan panen; (3) mengatur cara panen, yaitu dengan melakukan panen sesering mungkin (7 hari sekali) lalu buah dimasukkan dalam karung sedangkan kulit buah dan sisa-sisa panen dibenam; (4) penyelubungan buah (kondomisasi), caranya dengan mengguna-kan kantong plastik dan cara ini dapat menekan serangan 95-100 %. Selain itu sistem ini dapat juga mencegah serangan hama helopeltis dan tikus.; (5) cara kimiawi: dengan Deltametrin (Decis 2,5 EC), Sihalotrin (Matador 25 EC), Buldok 25 EC dengan volume semprot 250 l/ha dan frekuensi 10 hari sekali.

• Hama helopeltis
Pengendalian yang efektif dan efisien sampai saat ini dengan insektisida pada areal yang terbatas yaitu bila serangan helopeltis <15>15% penyemprot-an dilakukan secara menyeluruh. Selain itu hama helopeltis juga dapat dikendalikan secara biologis, menggunakan semut hitam. Sarang semut dibuat dari daun kakao kering atau daun kelapa diletakkan di atas jorket dan diolesi gula.

• Penyakit busuk buah.
Dapat diatasi dengan beberapa cara yaitu: (1) sanitasi kebun, dengan memetik semua buah busuk lalu membenamnya dalam tanah sedalam 30 cm; (2) kultur teknis, yaitu dengan pengaturan pohon pelindung dan lakukan pemangkasan pada tanaman-nya sehingga kelembaban di dalam kebun akan turun; (3) cara kimia, yaitu menyemprot buah dengan fungisida seperti :Sandoz, cupravit Cobox, dll. Penyemprotan dilakukan dengan frekuensi 2 minggu sekali; (4) penggunaan klon tahan hama/penyakit seperti: klon DRC 16, Sca 6,ICS 6 dan hibrida DR1.

penyakit tanaman (fitopathology

Penyakit Tanaman (Fitopathology)

PENDAHULUAN


Kehidupan mahluk di dunia ini selalu tergantung dari dunia tumbuhan secara langsung maupun tidak langsung. Tumbuhan dapat memanfaatkan sumber energi matahari dan mengolahnya bersama, zat-zat lainnya menjadi zat makanan yang sangat berguna untuk mahluk hidup. Selain tumbuhan dapat menghasilkan bahan pangan bagi rnanusia dan mahluk lainnya, juga melengkapi keperluan hidup kita dengan bahan sandang dan papan serta bahan untuk keperluan hidup lainnya.

Secara tidak langsung tumbuhan berguna untuk mengatur tata air dalam tanah dan mempertahankan kesuburan tanah terhadap bahaya erosi. Selain itu sebagai akibat proses asimilasi maka tumbuhan dapat mengisi kekurangan atmosfir akan zat oksigen.

Dengan demikian dapat dipahami akan ketergantungan kehidupan kita akan tumbuhan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan sudah makin terbatasnya areal yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan tanaman yang berguna, maka dunia kita menghadapi berbagai kesulitan untuk memenuhi keperluan hidup dan memberi kesejahteraan penduduk dunia.


1. Faktor pembatas dibidang produksi pertanian.

Untuk memenuhi kebutuhan akan bahan pangan saja untuk penduduk dunia yang berjumlah 3 milyar pada waktu sekarang kita telah mendapat kesulitan dan kita sudah dapat membayangkan kesulitan yang akan kita hadapi pada tahun 2000 nanti dimana penduduk dunia sudah meningkat lagi sampai sekitar 5 milyar jumlahnya sedang luas areal pertanian makin terbatas. Keterbatasan ini di sebabkan karena antara lain, perluasan pemukiman dan areal perindustrian, adanya hutan lindung, banyak tanah yang rusak karena salah pengelolaan dan sebagainya. Dengan demikian peningkatan produksi pertanian diwaktu yang akan datang diharapkan dari penambahan hasil per satuan luas dan per satuan waktu.

Berbagai usaha dibidang pertanian telah dilakukan secara simultan seperti pemakaian jenis ungul, pengairan yang cukup, pengerjaan tanah serta pemeliharaan tanaman yang memenuhi persyaratan dan pemberantasan hama penyakit tumbuhan.

Kesemua tindakan tersebut perlu mendapat perhatian yang sama. Karena jika tidak demikian, maka segi yang kurang mendapat perhatian akan menjadi faktor pembatas termasuk gangguan hama dan penyakit tumbuhan.


2. Pentingnya perlindungan tanaman terhadap penyakit tumbuhan.

Gangguan terhadap tanaman telah terjadi sejak berabad-abad lamanya. Dalam sejarah telah tercatat berbagai kejadian yang telah mempengaruhi perekonomian negara seperti antara lain.

* Penyakit daun kentang (Phytophtora infestans) di Irlandia pada pertengahan abad ke 19.
* Penyakit karat daun kopi (Hemileia vastatrix) di Srilangka, Indonesia dan negara-negara sekitarnya pada akhir abad ke 19
* Penyakit cacar daun teh (Exobasidium vexans) di India, Srilangka, Indonesia dan negara-negara disekitarnya pada pertengahan abad ke 20
* Penyakit denegerasi pada jeruk yang lebih terkenal dengan CPVD pada tahun 1950-an.

Selain itu masih banyak lagi penyakit yang menjadi bahaya potensial diwaktu yang akan datang biak yang sekarang sudah berada di negara lain dan belum rnasuk ke Indonesia atau sudah berada di negara kita, tapi rnasih tergolong penyakit yang belum mempunyai arti ekonomi penting. Gangguan tersebut akan masih terasa jika digunakan kultivar tanaman tertentu secara luas dengan teknologi maju. Banyak diantara kultivar tanaman yang dapat berproduksi tinggi tidak tahan terhadap penyakit-penyakit penting. Atau walaupun dapat diketemukan kultivar yang tahan hanya terbatas terhadap satu atau beberapa macam penyakit saja sedangkan sering terjadi, satu macam tanaman dapat terganggu pertumbuhannya oleh berbagai macam penyakit. Gangguan penyakit tidak. saja terbatas di pertanaman, tetapi terdapat pula diternpat penyimpanan, ditempat pemasaran dan sebagainya. Jadi akan sangat berbahaya sekali usaha peningkatan produksi pertanian, tidak memperhatikan terhadap kemungkinan adanya gangguan oleh penyakit tumbuhan.

Menurut taksiran kasar di Amerika Serikat kehilangan hasil bahan makanan oleh gangguan penyakit berkisar sekitar 6 - 20 persen. Sebagai contoh dapat dikemukakan taksiran kerugian pada tahun 1965 oleh penyakit di Amerika Serikat setiap tahunnya untuk berbagai komoditi pangan sebagai berikut:

Kentang 24%
Gandum 28%
Buah-buahan 30%
Jagung 15%
Kacang-kacangan 22%
Bunga-bungaan 15%
Tebu 14%
Padi 6%


Khusus mengenai penyakit padi yang banyak merugikan di Amerika Serikat ialah cendawan Piricularia oryzae kemudian menyusul busuk akar yang disebabkan oleh berbagai patogen, Helminthosporium oryzae, Coshiobolus miyabeanus, Cercospora oryzae, Leptospaeria salvini, Rhizoctonia oryzae, dan sebagainya.

Untuk negara-negara Asia termasuk Indonesia besarnya kerugian produksi padi oleh gangguan hama, penyakit dan tanaman pengganggu keseluruhannya berjumlah sekitar 57 persen sedangkan kerugian oleh penyakit sendiri sebesar 10 persen. Diantara negara Asia hanya Jepang yang telah dapat menekan kerugian oleh gangguan tersebut hingga 13 persen termasuk kerugian oleh penyakit sendiri sebesar 4 persen.

Jika keadaan lingkungan memungkinkan untuk perkembangan penyakit, maka kerugian akan lebih besar lagi sehingga dapat menggagalkan panen. Banyaknya kerugian karena penyakit ini disebabkan antara lain, karena kemungkinan penggunaan benih yang kurang baik, pemeliharaan tanaman yang tidak memadai, cara penyimpanan dan pengangkutan ying kurang sempurna, serta kurangnya usaha penanggulangan penyakit.

Akibat dari kerugian penyakit tumbuhan tersebut tidak saja mempengaruhi bidang ekonomi, tapi jika menyangkut kepentingan masyarakat luas akan mengakibatkan ketenteraman hidupnya terganggu. Dengan demikian perlu selalu diperhatikan terhadap kemungkinan terjadinya gangguan dibidang produksi pertanian termasuk gangguan yang disebabkan oleh penyakit tumbuhan.

pengenalan gulma

GULMA
A. TUJUAN
1. Mengenal dan mengetahui jenis gulma rumputan, daun lebar dan tekian
2. Dapat melakukan analisis vegetasi gulma
3. Dapat melakukan aplikasi herbisida secara tepat

B. DASAR TEORI
1. Klasifikasi gulma
Berdasarkan botani dan morfologinya, gulma dikelompokkan menjadi:
 Gulam rumput-rumputan (Graminae)
 Gulma tekian (Cyperaceae)
 Gulma daun lebar (Broad leaf)
 Gulma paku-pakuan (Filicinae)
Berdasarkan umurnya, gulma dikelompokkan menjadi:
 Gulma tahunan (Perennial weed), gulma yang dapat hidup lebih dari dua tahun. Contoh: Imperata cylindrica
 Gulma semusim (Annual weed), gulma yang akan mati setelah menghabiskan satu siklusdaur hidupnya. Contoh: Lactuca canadensis
 Gulma daun semisim (Bi-annual weed), gulma yang hanya tumbuh di daerah subtropika pada dua musim. Contoh: Ageratum conyzoides
Berdasarkan habitatnya, gulma dikelompokkan menjadi:
 Gulma darat (Terestrial weed), contoh: Amaranthus spinosus
 Gulma air (Aquatic weed), contoh: Salvinia sp, Sagitaria sp
 Gulma yang menumpang pada tumbuhan lain (Aereal weeds), contoh: Cuscuta sp.
2. Perkembangan dan penyebaran
Berdasarkan cara perkembangbiakan gulma dengan menggunakan:
1. Stolon
2. Rhizoma
3. Umbi
4. Bulbus
5. Cron
6. Runner
7. Tuber
8. Spora
9. biji
Gulma mampu berkembangbiak secara vegetatif maupun generatif, secara vegetatif dengan menggunakan rhizoma, tuber, bulbus, cron, umbi dan runner. Sedangkan generatif dengan biji dan spora yang dihasilkan.
penyebaran gulma dari tempat satu ketempat lain dapat terjadi melalui aktivitas gulma itusendiri atau dengan bantuan baik alam maupun mahluk hidup. Melalui aktivitas itu sendiri dapat dengan biji dan spora. Faktor alam yang dapat membantu penyebaran gulma diantaranya angin, air, dan tanah. Sedangkan mahluk hidup yang dapat membantu penyebaran diantaranya hewan mamalia, burung dan manusia.
3. Analisis Vegetasi
Jenis gulma yang menyusun suatu vegetasi sangat bermacam-macam dan banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan atau habitatnya. Untuk mengetahui penyusun vegetasi secara tepat dilakukan analisis vegetasi. Analisis vegetasi berfungsi untuk menentukan cara pengendalian gulma yang tepat dan mengetahui perubahan vegetasi akibat adanya pengaruh suatu pengendalian gulma. Metode yang digunakan dalam analisis vegetasi dapat disesuaikan dengan tujuan dan struktur vegetasinya. Beberapa metode analisis vegetasi yaitu metode titik (Point Intercept Methods), metode kuadrat (Quadrat Methods), dan metode garis (Line Intercept Methods).
Cara pengambilan letak sampel tergantung pada keragaman dan distribusi vegetasinya. Apabila komposisinya merata, cukop diambil satu petak sampel ditengah areal sehingga dapat mewakili vegetasi tersebut. Untuk vegetasi yang distribusinya beragam, mengambil petak sampel dapat dilakukan secara acak langsung, acak beraturan atau acak bertingkat.
4. Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma bertujuan untuk menekan kerugian yang ditimbilkan oleh gulma. Pada perinsipnya pengendalian gulma dapat dilakukan secara preventif, kultur tehnis, mekanik, kimiawi, dan terpadu. Pengendalian secara preventtif dilakukan dengan cara pengadaan benih bersih biji gulma, penggunaan alat pertanian yang bersih gulma. Pengendalian secar kultur tehnik didasarkan pada segi-segi ekologi yang berusaha menciptakan suatu keadaan lingkungan sedemikian rupa sehingga sesuai bagi pertumbuhan tanaman tetapi tidak sesuai bagi pertumbuhan gulma. Pengendalian mekanik dilakukan dengan menggunakan cangkul, garpu, congkel, sabit dan lain-lainnya. Sedangkan pengendalian secara biologis adalah pengendalian gulma dengan menggunakan jasad hidup seperti predator/musuh alami.
Pengendalian gulma secara kimiawi adalah cara pengendalian menggunakan herbisida. Pengendalian ini cukup efektif dan efisien untuk areal yang luas, tetapi dapat menimbulkan kendala lain misalnya keracunan dan kerusakan lingkungan. Efektivitas herbisida sangat dipengaruhi oleh jenis herbisida, cara dan saat pengendalian/penyemprotan, biologi gulma dan keadaan lingkungan. Herbisida dapat digolongkan berdasarkan:
a. Waktu aplikasi
• Sebelum tumbuh (pre-emergence)
• Sesudah tumbuh (post-emergence)
• Sesudah tanam (pre-planting)
b. Daya kerja
• Kontak
• Sistemik
c. Daya buruh
• Selektif
• Non-selektif

d. Cara penggunaan
• Lewat daun
• Lewat akar

C. ALAT DAN BAHAN
1. Pengenalan jenis gulma
a. Jenis-jenis gulma golongan rumputan, daun lebar dan tekian
b. Buku identifikasi gulma
c. Kertas gambar
2. Analisis vegetasi
a. Patok kayu
b. Frame besi/kayu ukuran (0,5 x 0,5)m
c. Tali
3. Pengendalian gulma
a. Herbisida kontak dan sistemik
b. Air
c. Ember
d. Gelas
e. Knaspsack sprayer

D. LANGKAH KERJA
1. Pengendalian jenis gulma
a. Ambil jenis gulma yang telah disiapkan
b. Gambar pada kertas yang telah disiapkan
c. Identifikasi nama bagian-bagian tumbuhan yang telah anda gambar
Keterangan
1. Batang
* Struktur, herba, perdu atau pohon
* Bentuk, bulat, pipih, segi tiga
 Sifat, beruas, berlubang, masif

2. Daun
 Bentuk, bulat, lanset, pita, garis, perisai jorong, bulat telur, segitiga, jarum dan pedang
 Tepi daun: rata, bergerigi, barombak
 Kedudukan, duduk, bertangkai
 Tata letak: barsilang, berselang-seling, berkarang
 Tulang daun: membujur, sejajar, menjari, menyirip, atau melengkung
3. Pelepah daun
 Robek atau tubuh berbentuk buluh
4. Bunga
 Tunggal atau majemuk
5. Akar
 Tunggang atau serabut
6. Cara perbanyakan
 Biji, spora, stolon, rhizoma, stem stuber, root tuber
7. Cara penyebaran
 Kekuatan sendiri, kekuatan alam, binatang, manusia
8. Habitat
 Darat, air atau menumpang tumbuhan lain
9. Cara hidup
 Kompetitif, parasit, atau epifit

2. Analisis vegetasi
a. Buatlah dua petak perlakuan masing-masing seluas 2 x 5 m dan berilah pembatas
b. Tentukan petak plot sampel penggunaan frame sebanyak eman buah tiap petak, secara sistematik random sampling dan diberi tali pembatas.
c. Lakukan analisis vegetasi pada setiap plot sampel dengan menghitung jenis dab jumlah tiap jenis gulma yang ada.


Perhitungan
Kerapatan (densitas) merupakan parameter yang bmenunjukan jumlah dari tiap jenis gulma dalam setiap unit (plot) sampel yang dibuat.
Jumlah dari jenis gulma
Densitas Mutlak (KM) =
Banyaknya plot sampel yang dibuat

Densitas mutlak jenis itu
Densitas Nisbi (KN) = x 100%
Jumlah densitas mutlak semua jenis

3. Pengendalian gulma
a. Siapkan herbisida dan takar sesuai dengan anjuran
b. Tuangkan anjuran herbisida (kontak dan sistemik) ke sprayer dan lakukan penyemprotan kepetak perlakuan
Menentukan skor kematian gulma
Menentukan tingkat kematian gulma dinilai dengan skore kematian gulma berdasarkan ketentuan dari European Weed Research Council, dengan keterial kuantitatif sebagai berikut:
Nilai 1 Gulma mati 100% (tanaman bekas gulma)
Nilai 2 Gulma mati 99-96,5 % (gulma yang hidup hanya setempat-setempat)
Nilai 3 Gulma mati 96,5-93 % (ggulma yang hidup hanya sebagian kecil)
Nilai 4 Gulma mati 93-87,5 % (pengaruh herbisida terhadap gulma cukup memuaskan)
Nilai 5 Gulma mati 87,5-80 % (pengaruh herbisida masih cukup memuaskan)
Nilai 6 Gulma mati 80-70 % (pengaruh tidak memuaskan, gulma tidak cukup marusak)
Nilai 7 Gulma mati 70-50 % (gulma yang rusak sedikit, dan masih dapat tumbuh kembali)
Nilai 8 Gulma mati 50-0 % (kerusakan gulma tidak berarti, perkembangannya hampir normal)
Nilai 9 Gulma mati 0% (gulma tidak merusak)

Persentase gulma mati didasarkan pada jumlah gulma mula-mula (sebelum perlakuan) dengan jumlah gulma akhir (setelah perlakuan.
Jumlah gulma mula-mula
% gulma mati = x 100 %
Jumlah gulma akhir
a. Bandingkan kenampakan akibat perlakuan herbisida kontak dan sistemik
b. Bandingkan tingkat kematian yang diakibatka oleh herbisida kontak dan sistemik
c. Berikan kesimpulan bagaimana pengaruh herbisida kontak dan sistemik, keuntungan dan kerugian.
d. Berikan kesimpulan herbisida jenis apa (kontak atau sistemik) yang tepat untuk lahan tersebut

E. HASIL PENGAMATAN
Pengenalan Gulma
1. Kipait Nama Latin
Nama daerah
Habitat
Perbanyakan
Daur Hidup
Morfologi
Tempat : Eupathorium adoratum
: Kipait
: Darat
: Biji
: Satu musim (Annual)
: Daun lebar
: Kebun STPP Yogyakarta
2. Meniran Nama Latin
Nama daerah
Habitant
Perbanyakan
Daur Hidup
Morfologi
Tempat : Philantus minaru
: Meniran
: Darat
: Biji
: Satu musim (Annual)
: Daun lebar
: Kebun STPP Yogyakarta
3. Alang-alang Nama Latin
Nama daerah
Habitat
Perbanyakan
Daur Hidup
Morfologi
Tempat : Imperata cylindrica
: Alang-alang
: Darat
: Rimpang
: Tahunan
: Rumputan
: Kebun STPP Yogyakarta
4. Lulangan Nama Latin
Nama daerah
Habitat
Perbanyakan
Daur Hidup
Morfologi
Tempat : Paspalum cerobikulatur
: Lulangan
: Darat
: Biji dan anakan
: Satu musim
: Rumputan
: Kebun STPP Yogyakarta
5. Ceplukan Nama Latin
Nama daerah
Habitat
Perbanyakan
Daur Hidup
Morfologi
Tempat : Physaalis angulata
: Ceplukan
: Darat
: Biji
: Satu musim (Annual)
: Daun lebar
: Kebun STPP Yogyakarta
6. Bayam Duri Nama Latin
Nama daerah
Habitat
Perbanyakan
Daur Hidup
Morfologi
Tempat : Amarantus spinosus
: Bayam duri
: Darat
: Biji
: Satu musim (Annual)
: Daun lebar
: Kebun STPP Yogyakarta
7. Kremah Nama Latin
Nama daerah
Habitat
Perbanyakan
Daur Hidup
Morfologi
Tempat : Althermantera sensius
: Kremah
: Darat
: Biji
: Satu musim (Annual)
: Daun lebar
: Kebun STPP Yogyakarta
8. Tapak Liman Nama Latin
Nama daerah
Habitat
Perbanyakan
Daur Hidup
Morfologi
Tempat : Scaber
: Tapak liman
: Darat
: Umbi akar
: Satu musim (Annual)
: Daun lebar
: Kebun STPP Yogyakarta
9. Teki Nama Latin
Nama daerah
Habitat
Perbanyakan
Daur Hidup
Morfologi
Tempat : Cyperus rotundrus
: Teki
: Darat
: Stolon
: Tahunan
: Tekian ( sedges )
: Kebun STPP Yogyakarta
10. Wedusan Nama Latin
Nama daerah
Habitat
Perbanyakan
Daur Hidup
Morfologi
Tempat : Agerathum conyzoides
: Wedusan
: Darat
: Biji
: Tahunan
: Daun lebar
: Kebun STPP Yogyakarta
11. Putri malu Nama Latin
Nama daerah
Habitat
Perbanyakan
Daur Hidup
Morfologi
Tempat : Cuscata sp
: Putri malu
: Darat
: Runner
: Tahunan
: Daun lebar
: Kebun STPP Yogyakarta
12. Kawatan Nama Latin
Nama daerah
Habitat
Perbanyakan
Daur Hidup
Morfologi
Tempat : Cynodon dactilon
: Kawatan
: Darat
: Stolon
: Tahunan
: Rumputan
: Kebun STPP Yogyakarta
13. Semangi Nama Latin
Nama daerah
Habitat
Perbanyakan
Daur Hidup
Morfologi
Tempat : Marsileo crenata
: Semangi
: Darat
: Biji
: Satu musim (Annual)
: Daun lebar
: Kebun STPP Yogyakarta
14. Tali Putri Nama Latin
Nama daerah
Habitat
Perbanyakan
Daur Hidup
Morfologi
Tempat : Cuscata sp
: Tali putri
: Darat
: Runner
: Tahunan
: Daun lebar
: Kebun STPP Yogyakarta





F. PEMBAHASAN
Dari hasil pengamatan gulma diambil dari lahan praktek STPP Jurusan Penyuluhan Pertanian Yogyakarta yang semuanya berhabitan di darat dan berdasarkan morfologinya dapat dibedakan menjadi :
a. Golongan rumputan ( famili gramine / poaseae ) ciri tumbuhannya batang bulat, berongga, mempunyai lidah daun, daunnya soliter pada buku, tersusun dalam dua deretan umumnya bertulang dan sejajar terdiri atas dua bagian yaitu pelepah daun helaian daun.
b. Golongan Tekian ( familia Cyperaceae ) ciri tumbuhannya dengan batang berbentuk segitiga kadang-kadang juga bulat pada atau tidak berongga tidak terdapat lidah daun dan tidak berbuku.
c. Golongan Berdaun lebar ( Broad leaf weeds ) ciri tumbuhannya termasuk dalam golongan dikotil dan pakuan ( pterydophyta) daunya lebar dan tulang daun berbentuk jala.
Berdasarkan perkembangan gulma berkembang cepat karena terdapat dua cara perkembangan yaitu:
a. Generatif yaitu dengan cara dengan biji da spora. Gulma semusim lebih banyak berkembang biak dengan biji.
b. Vegetatif yaitu perkembang biakan dengan bagian-bagian tanaman. Seperti batang, umbi stolon dan lain-lain. Perkembang biakan secara vegetatif, daur hidupnya lebih mengarah kapada gulma tahunan.
c.
G. KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Macam-macam gulma dengan penggolongannya yaitu:
a. Berdasarkan habitatnya:
 Gulma darat
 Gulma air
 Gulma udara
b. Berdasarkan morfologinya:
 Gulam rerumputan
 Gulma tekian
 Gulma berdaun lebar
c. Berdasarkan siklus hidupnya:
 Gulma semusim
 Gulma dwi musim
 Gulma tahunan
2. Cara perkembangan gulma ada cara yaitu dengan cara perbanyakan generatif dan vegetatif

H. DAFTAR PUSTAKA
Astuti Siti, 2006. Petunjuk Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. STPP Jurusan Penyuluhan Pertanian, Yogyakarta

I. LAMPIRAN
Laporan sementara yang telah mendapatkan persetujuan dari dosen atau asisten dosen telah dilampirkan sepenuhnya.

pengenalan komponen pengendalian serangga

KOMPONEN PENGENDALIAN

A. Tujuan
Mengetahui dan memahami beberapa komponen pangendalian OPT

B. Tinjauan Pustaka
1. Pengendalian fisik mekanik
Pengendalian fisik dan mekanik memiki tujuan langsung dan tidak langsung, diantaranya:
a. Mematikan hama
b. Menggangu aktivitas fisiologi hama yang normal dengan cara lain dan diluar pestisida.
c. Mengubah lingkungan sedemikian rupa sehingga lingkungan menjadi kurang sesuai bagi kehidupan hama
Pengendalian fisik dan mekanik merupakan tindakan mengubah lingkungan khusus untuk mematikan atau menghambat kehidupan hama, dan bukan merupakan bagian praktek budidaya yang umum. Pengendalian fisik dan mekanik harus dilandasi oleh pengetahuan yang menyeluruh tentang ekologi serangan hama sehingga dapat diketahui kapan, dimana, dan bagaimana tindakan terdebut harus dilakukan agar diperoleh hasil seefektif dan seefisien mungkin
Contoh pengendalian fisik:
a. Pemanasan
b. Pembakaran
c. Pemanasan dengan energi radio-frekuensi
d. Pendinginan
e. Pambasahan
f. Pengeringan
g. Lampu perangkap
h. Radiasi sinar intra merah
i. Gelombang suara
j. Penghalang
Contoh pengendalian mekanik:
a. Pengambilan dengan tangan
b. Gropyokan
c. Pemasangan perangkap
d. Pengusiran
e. Cara-cara lain
Cara lain mengoyang-goyangkan pohon, menyikat, mencuci, memisahkan bagian tanaman terseranga, memukul, mengunakan alat penghisap serangga, dll
2. Pengendalian kultur teknis
Pengendalian secara kultur teknis bertujuan untuk mengelolah lingkungan tanaman sehingga kurang cocok bagi kehidupan OPT. Dengan demikian akan mengurangi laju peningkatan populasi dan kerusakan tanaman. Selain itu, pengendalian ini juga bertujuan untuk mengefektifkan kinerja musuh alami. Pengendalian ini bersifat preventif, dilakukan sebelum terjadi serangan OPT dengan harapan agar populasi OPT tidak meningkatkan melebihi ambang ekonomi pengendalian.
Beberapa tujuan utama teknik pengendalian ini adalah:
1. Mengurangi kesesuaian ekosistem
a. Sanitasi
b. Penghancuran habitat inang pengganti
c. Pengerjaan tanah
d. Pengelolaan air
2. Menganggu kontinuitas penyediaan keperluan hidup hama
a. Pergiliran tanaman
b. Pemberoaan lahan
c. Penanaman serentak
d. Penetapan jarak tanam
e. Lokasi tanam
f. Memutuskan sinkronisasi antara tanaman dan hama
g. Menghalangi peletakan telur
3. Mengalihkan dampak kerusakan tanaman
a. Penanaman tanaman perangkap
b. Panen bertahap
4. Mengurangi dampak karusakan tanaman
a. Mengubah toleransi inang
b. Mengubah jadwal panen
3. Pengendalian dengan varietas tahan
Pengendalian ini telah lama digunakan dalam praktek dilapangan karena nilai praktis, efisien, murah dan tidak mengganggu lingkungan. Di Indonesia telah dikenal varietas unggul tahan wereng (VUTW) untuk mengendalikan populasi wereng coklat.
Beberapa keuntungan pengguanaan varietas tahan adalah:
a. Penggunaanya praktis dan secara ekonomis menguntungkan
b. Sasaran pengendalian yang spesifik
c. Efektifitas bersifat komulatif dan persisten
d. Kompatibilitas dengan komponen PHT lainnya
e. Dampak negatif terhadap lingkungan terbatas
Beberapa kerugian penggunaan varietas tahan adalah:
a. Waktu dan biaya pengembangan pertama sangat besar
b. Keterbatasan sumber ketahanan
c. Timbulnya biotipe hama
d. Sifat ketahanan yang berlawanan

4. Pengendalian Hayati
Pengendalian alami (natural control) merupakan proses pengendalian yang berjalan sendiri tanapa ada kesengajaan yang dilakukan oleh manusia. Pengendalian alami terjadi tidak hanya oleh karena bekerjanya musuh alami. Tetapi juga oleh komponen ekosistem lainnya seperti makanan, dan cuaca. Pengendalian hayati (biological control) merupakan taktik pengelolaan hama yang dilakukan secara sengaja memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk menurunkan atau mengendalikan populasi hama. Musuh alami terjadi atas parasitoid, predator dan pathogen (jamur, bakteri, virus, nematoda, protozoa, rikketsia). Musuh alami merupakan pengendalian alami utama hama yang berkarja secara “tergantung kapadatan populasi” sehingga tidak dapat dilepaskan dari kehidupan dan perkembangbiakan hama.
Contoh: parasitoid telur leefmansia bicolor untuk mengendalikan hama belalang pedang sexava sp yang menyerang kelapa. Kumbang Curinus coreolius dari hawai untuk mengendalikan hama kutu loncat lamtoro Heteropsylla sp.
5. Pengendalian kimiawi
Pengendalian hama secara kimiawi adalah penggunaan pestisida kimia untuk mengendalikan hama agara hama tidak menimbulkan kerusakan bagi tanaman yang dibudidayakan. Meskipun pestisida kimia memiliki banyak keuntungan ekonomi bagi petani dan masyarakat, tetapi memiliki dampak negatif bagi kesehatan dan lingkungan.
Pengelompokan pestisida
No. Nama kelompok pestisida Kelompok hama yang dikendalikan
1. Akarisida Tungau, pinjal dan laba-laba
2. Adultisida Serangga dewasa
3. Algisida Alga
4. Arborisida Pepohonan, semak-semak
5. Avisida Burung
6. Bekterisida Bakteri
7. Fungisida Jamur
8. Insektisida Serangga, pinjal dan tungau
9. Ixosida Pinjal
10. Larvisida Larva
11. Mitisida Tungau, pinjal, dan laba-laba
12. Moluskisida Moluska terutama siput dan keong
13. Nematisida Nematoda
14. Ovisida Telur
15. Piscisida Ikan
16. Predasida Vartebrata hama
17. Redontisida Tikus
18. Sivisida Pepohonan dan semak
19. Termitisida Rayap dan semut

Peranan pestisida
Nomenklatur atau cara pemberian nama atau jenis pestisida ditandai oleh tiga cara peranan yaitu nama umum, nama dagang, dan nama kimiawi. Nama dagang ditetapkan oleh produsen. Nama kimiawi merupakan nama yang digunakan olek ahli kimia dalam menjelaskan suatu senyawa kimia sesuai dengan rumus bangun senyawa insektisida tersebut.
1. Nama umum : Karbofuran
2. Nama dagang : Furadan, currater, indofur, dhramafur
3. Nama kimia : 2,3-dihidro 2,2-dimeti 1-7-benzonil metilkarbonat
4. Rumus bangunan senyawa

Penggolongan Insektisida
1. Pengelompokan insektisida berdasarkan pengaruhnya terhadap hama.
Penggolongan pestisida berdasarkan pengaruhnya pada serangga
Kelompok pestisida Pengaruh pada hama
Antifidon (anti-feedent) Menghambat nafsu makan sehingga serangga kelaparan yang akan menyebabkan kematian
Antitranspiran
(anti-transpirant) Mengurangi sistem transpirasi serangga
Antrakton (attractant) Penarik hama, seperti antraktran seks
Khemosterillan (Chemosterillant) Menurunkan kemampuan produksi hama
Defolion (defoliant) Merontokkan bagian tanaman yang tidak di inginkan, tanpa membunuh seluruh bagian tanaman
Desikan (desiccant) Mengeringkan bagian tanaman dan serangga
Disefektan (disinfectant) Merusak atau mematikanorganisme berbahaya
Perangsang makanan
(feeding stimulant) Menyebabkan serangga lebih giat makan
Pengatur tumbuhan
(growth regulator) Menghentikan, mempercepat, atau memperlambat proses pertumbuhan tanaman atau serangga
Repelen (repellent) Mengarahkan serangga agar menjauh dari yang diperlakukan
Semlokimia Feromon, alomon dan kairomon: zat kimia yang dikeluarkan oleh tanaman atau hewan, yang merangsang atau menghambat prilaku serangga
Sinergis (synergist) Meningkatkan efektivitas bahan aktif

2. Pengelompokan menurut car masuk ke tubuh serangga
a. Racun Perut (Stomach Poison)
Insektisida memasuki tubuh serangga melalui saluran pencernaan makan (perut) serangga terbunuh bila insektisida tersebut termakan oleh serangga.
b. Racun Kontak (Contat Poison)
Insektisida memasuki tubuh serangga saat serangga mengadakan kontak dengan insektisida atau serangga berjalan diatas permukaan tanaman yang telah mengandung insektisida. Insektisida masuk kedalam tubuh serangga melalui diding tubuh.
c. Fumigon
Fumigon merupakan insektisida yang mudah menguap menjadi gas dan masuk kedalam tubuh serangga melalui sistem pernapasan serangga atau sistem trachea yang kemudian diedarkan keseluruh jaringan tubuh. Karena sifatnya yang mudah menguap fumigon biasanya digunakan untuk mengendalikan hama simpanan yang berada diruang atau tempat tertutupdan juga untuk mengendalikan hama yang berada bdidalam tanah.

3. pengelompokan menurut sifat kimianya
a. Organoklorin
b. Organophosphat
c. Karbomat
d. Sintetik piretroid
e. Kloronikotinil
f. IRG (insect growth regulator)
g. Insektisida botanik

Formulasi pestisida
Kode formulasi insektisida penting yang sudah digunakan dan dipasarkan di Indonesia.
1. Emulsifiable concentrates (EC)
2. Wettable powders (WP)
3. Suspension concentrate (SC)
4. Water soluble powder (SP)
5. Ultra low volume liiquid (ULV)
6. Dustable powder (DP)
7. Granules (GR)
8. Aerosol dispenser (AE)
9. Bait (RB)
10. Capsule suspension (CS)




6. Karantina Tumbuhan
Tujuan utama kegiatan krantina tumbuhan adalah mencegah agar berbagai jenis OPT yang belum pernah ada di Indonesia atau disuatu wilayah Indonesia tidak memasuki wilayah Indonesia atau begian wilayah Indonesia. Sampai saat ini Indonesia mengalami banyak kasusu “kebobolan” karena masuknya bebrbagai jenis hama dan penyakit tumbuhan baru dari luar negeri yang mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Peraturan undang-undang yang memberikan landasan hukum bagi kegiatan perkarantianaan di Indonesia diantaranya UU No. 16 tahun 1992 tentang karantina hewan, ikan dan tumbuhan dan PP No. 14 tahun 2002 tentang karantina tumbuhan serta banyak SK menteri pertanian sebagai pelaksanaan UU dan PP tersebut.
Beberapa jenis OPT yang telah masuk ke Indonesia dan menimbulkan kerugian besar, diantaranya:
a. Penyakit karat kopi (Hemilia vastatrix) yang terbawah benih / bibit dari Sri Lanka kepertanaman kopi Indonesia pada abad 19.
b. Penyakit cacar daun teh (Exobasidium vexans) terbawah benih / bibit dari India ke Sumatra Utara dan meluas ke Jawa Barat tahun1949.
c. Citrus vein phloem degeneration (CVPD) menyerang pertanaman jeruk di Garut, Jawa Barat tahun 1960-an.
d. Kumbang trogoderma granarium ditemukan di Jawa, menyerang hasil pertanian yang disimpan digudang pada tahun 1980-an
e. Siput afrika (Achatina crassipes) dari Afrika yang semula sebagai bintang peliharaan akhirnya menterang pertanaman sayuran Indonesia.
f. Gulma eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang masuk ke Idonesia sebagai tanaman hias kini telah menyebar secara luas dan menyebabkan masalah pada perairan.
g. Nematoda sista kuning (Globodera rostocsiensis) masuk ke Indonesia tahun 2000 yang telah merusak tanaman kentang.


Fungsi karantina tumbuhan di Indonesia adalah:
a. Mencegah masuknya hama dan penyakit tumbuhan kerantina dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
b. Mencegah tersebarnya hama dan penyakit tumbuhan karantina dari suatu daerah ke daerah lain dalam wilayah negara Republik Indonesia
c. Mencegah keluarnya hama dan penyakit tumbuhan tertentu dari wilayah negara Republik Indonesia apabila negara bertujuan menghendakinya.

Organisme penggangu tumbuhan karantina (OPTK)
Organisme penggangu tumbuhan (OPT) adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan. Organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) dalam semua OPT yang ditetapkan oleh menteri pertanian untuk melakukan upaya pencegahan agar tidak masuk kedalam wilayah Indonesia atau bila sudah ada disebagai wilayah Indonesia perlu dicegah penyebarannya ke wilayah lain di Indonesia. OPTK dikelompokan menjadi OPTK golongan I dan OPTK golongan II. Disamping OPTK dalam peristilahan karantina dikenal kelompok lain yaitu organisme pengganggu tumbuhan penting.
OPTK golongan I yaitu OPTK yang tidak dapat dibebaskan dari mediah pembawanya dengan cara perlakuan. OPTK golongan I dibagi menjadi dua kategori yauit A1 dan A2. kategori A1 merupakan jenis-jenis OPTK yang masih belum terdapat diwilayah Negara Republik Indonesia, sedangkan kategori A2 merupakan jenis-jenis OPTK yang sudah masuk di Indonesia tetapi penyebarannya masih terbatas pada area tertentu dan sedang dikendalikan. OPTK golongan 1 umumnya berupa virus dan bakteri.
OPTK golongan II yaitu semua OPTK yang dapat dibebaskan dari media pembawanya dengan menggunankan cara perlakuan tertentu. OPTK golongan II juga dibagi menjadi dua kategori A1 (belum terdapat di wilayah Indonesia) dan A2 (sudah masuk ke sebagian wilayah Indonesia). Umumnya OPTK dari kelompok organisme serangga, tungau, nematoda dan fungsi masuk dalam OPTK golongan II.
Organisme pengganggu tumbuhan penting (OPTP) adalah organisme pengganggu tumbuhan selain OPTK, yang keberadaannya pada benih tanaman yang dilalulintaskan dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan secara ekonomis terhadap tujuan penggunaan benih tenaman tersebut. OPTP meliputi OPT yang telah ada, baik di area-area tertentu maupun tersebar luas di Indonesia dan tidak memiliki potensi menimbulkan kerugian ekonomi secara nasiona;, karena itu tidak termasud dalam kategori OPTP. Penetapan OPTP dilakukan oleh Menteri Pertanian. Pemasukan dan peredaran OPT penting dikenalitindakan karantina tumbuhan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Analisa resiko Organisme penggangu tanaman (Pest Risk Analysis) adalah suatu proses untuk menetapkan bahwa suatu OPT merupakan OPTK atau OPTP, serta menentukan syarat-syarat dan tindakan karantina tumbuhan yang sesuai guna mencegah masuk dan tersebarnya OPT tersebut.
Setiap media membawa hama dan penyakit tumbuhan yang dimasukkan ke dalam Negara Indonesia atau dikirim dari satu area lain diwilayah negara Republik Indonesia dikenakan tindakan karantina yang dilaksanakan oleh lembaga atau petugas yang berwewenang, dalam hal ini badan karantina pertanian. Tindakan karantina maliputi 8 tindakan yaitu pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuaan, penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasaan.
1. Pemeriksaan
Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengetahui kelengkapan persyaratan administratif, kelengkapan dan kebenaran isi, keabsahan dokumen serta mengetahui kebebasan media pembawa dari hama dan penyakit tumbuhan atau hama dan penyakit tumbuhan karantina. Pemeriksaan dilaksanakan dengan cara visual dan pengamatan labolatorium.
2. Pengasingan
Pengasingan bertujuan mendeteksi kemungkinan adanya hama dan penyakit tumbuhan atau hama dan penyakit tumbuhan karantina. Pengasingan memerlukan waktu lama, saran khusus dan kondisi khusus. Karena itu pengasingan dilakuka disuatu tempat yang terisolasi selam kurun waktu tertentu sesuai dengan massa inkubasi hama dan penyakit tumbuhan atau hama dan penyakit tumbuhan karantina yang bersangkutan.
3. Pengamatan
Merupakan tindakan pemeriksaan secara teliti dan berulang-ulang dalam rangka mengidentifikasi hama dan penyakit tumbuhan atau hama dan penyakit tumbuhan karantina yang ditemukan.
4. Perlakuaan
Perlakuan dilakukan untuk membebaskan media pembawa dari hama dan penyakit tumbuhan atau hama dan penyakit tumbuhan karantina golongan II, dengan perlakuaan secara fisik maupun kimiawi.
5. Penahanan
Penahanan yang dimasud adalah mengamankan media pembawa dengan cara menempatkannya di bawah penguasaan dan pengawasaan petugas karantina tumbuhan dalam waktu tertentu karena persyaratan kerantina belum sepenuhnya terpenuhi.
6. Penolakan
Tindakan tidak memperbolehkan pemasukan atau pengeluaran media pembawa karena media tesebut tidak dilengkapi persyaratanadministratif yang disyaratkan dan tidak bebas atau tidak dapat dibebaskan dari hama dan penyakit tumbuhan atau hama dan penyakit tumbuhan karantina. Media pembawa yang bersangkutan segera dibawa ke negara atau daerah asal matau area lain untuk menghindari kemungkinan terjadinya penyebaran hama dan penyakit tumbuhan atau hama dan ppenyakit tumbuhan karantina dari media pembawa tersebut kelingkungan sekitarnya.
7. Pemusnahan
Pemusnahan dilakukan dengan cara membakar, menghancurkan, mengubur, dan cara-cara pemusnahan lainnya yang sesuai sehingga media pembawa tidak mungkin lagi menjadi sember penyebaran hama dan penyakit tumbuhan karantina.
8. Pembebasaan.
Tindakan melepas / memberi ijin pemasukan dan pengeluaran media pembawa untuk dilintasbebaskan didalam wilayah Republik Indonesia, atau pengeluaran media pembawa dari wilayah negeri Republik Indonesia dikarenakan telah bebas dari hama dan penyakit tumbuhan atau hama dan penyakit tumbuhan karantinatany telah.

7. Pengendalian dengan serangga jantan mandul
Teknik serangga jantan mandul adalah teknik pengendalian hama dengan pemandulan serangga jantan, serangga betina atau keduanya. Serangga-serangga tersebut diradiasi dengansianar gamma menjadi mandul. Meskipun pemandulan serangga dapat dilakukan untuk serangga jantan dan betina, namun yang banyak diterapkan adalah pemandulan serangga jantan sehingga sering disebut teknik serangga mandul (sterile male technique). Perakteknya dilapangan dengan melepaskan jantan mandul dengan jumlah yang jauh lebih banyak dari pada jumlah jantan normal yang tidak mandul. Apabila jantan mandul dapat kawin dengan serangga betina dilapangan maka akan dihasilkan keturunan secara reproduktif steril atau mandul juga. Serangga mandul yang dilepas dilapangan akan berkompetisi dengan serangga normal untuk populasi dengan serangga betina. Telut hasil kopolasi antara serangga betina dengan serangga mandul tidak dapat menetas. Pelepasan serangga mandul secara terus-menerus ke lapangan dapat menurunkan populasi serangga tersebut. Dengan teknik ini serangga batina yang hanya melakukan kopulasi sekali dalam suklus hidupnya tidak akan menghasilkan keturunan. Bila pelepasan jantan mandul dilakukaan secara terus menerus populasi serangga hama semangkin menurut derasti sampai ketahap eradikasi total serangga hama disuatu daerah.

8. pengelolaan hama terpadu
PHT merupakan pendekatan ekologi yang bersifat multidisiplin untuk mengelola populasi hama dengan memanfaatkan beraneka ragam taktik pengendalian secara kompatibel dalam suatu kesatuan kordinasi pengelolaan. Menurut FAO (Food Agriculture Organization) mendifinisikan PHT sebagai pengelolaan hama yang dilakukan dalam konteks lingkungan terkait dan dinamika polulasi spesies hama, memanfaatkan semua teknik dan metode pengendalian yang sesuai dan sekompatibel mungkin, serta mempertahankan populasi hama pada aras dibawah aras yang dapat mengakibatkan kerusakan atau kehilangan hasil yang secara ekonomi tidak dapat diterima.
Secar politik dan hukum PHT merupakan satusatunya kebijakan pemerintah Indonesia dalam kegiatan perlindungan tanaman seperti tertera di UU No 12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman. Dalam era globalisasi ekonomi PHT merupakan dukungan kuat dari komunitas internasional dan pasar global.
Bebepara faktor yang mendorong penerapan PHT di in donesia untuk semua jenis komoditas pertanian diantaranya kegagalan pemberantasan hama konvensional, kesadaran akan kualitas lingkunagan hidup, pola perlindungan tanaman, kebijakan pemerintah dan peningkatan daya saing produk.
Prinsip-prinsip dasar PHT sebagai berikut :
1. Budidaya tanaman sehat
2. Monitoring
3. Lestarikan dan manfaatkan musuh alami
4. Petani sebagai ahli PHT
Unsur dasar PHT yang terdiri dari :
1. Pengendalian alami
2. Pengambilan sampel
3. Aras ekonomik
4. Ekologi dan biologi
Komponen PHT yang terdiri dari :
1. Pengendalian kultur teknis
2. Pengendalian hayati
3. Pengendalian kimiawi
4. Pengendalian dengan varietas tahan
5. Pengendalian fisik
6. Pengendalian mekanik
7. Pengendalian dengan peraturan terutama melalui karantina.

C. Alat dan Bahan
Alat: Bahan:
1. Jaring serangga
2. Ember
3. Lampu petromaks
4. Batrei
5. Bambu
6. Parang
7. Botol 1. Lahan padi
2. Belalang sangit (Leptocarixa acuta).
3. Darah beku (saren)
4. Kepiting (yuyu)

D. Langkah Kerja
1. Belah bambu di belah dibuat runcing
2. Darah beku di potong dan dipasang pada bambu
3. Bangkai kepiting dan dipasang pada bambu
4. Kemudian bambu yang telah dipasang perangkap diletakan/tancapkan pada petak sawah
5. Pasang lampu petromaks dilahan sawah
6. Amati kedatangan/penyerangan walang sangit pada umpan yang telah dipasang

E. HASIL PENGAMATAN
Dari hasil peraktikum dilapangan yang dilakukan didesa Balay Catur, Gamping kabupaten Bantul, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Hasil pengendalian pisik mekanik pada hama walang sangit (Leptocarixa acuta) yang dilakukan pada tanaman padi pada:
Hari : Sabtu 6 Mey 2006
Pukul : 18.00 – 06.00 Wib
Varitas : IR. 64
Tanaman padi pada umur : 70 hari
Pada pengamatan ini bahan yang digunakan yaitu darah sapi dan kepiting yang sudah busuk, media darah sapi dan kepiting ditancapkan pada sebilah bambu. Media dipasang pada sekeliling dan ditengah – tengah hamparan tanaman padi dengan jarak 5 x 5 m pada jam 18.00 – 16.00, walang sangit mulai berdatangan pada jam 00.45 dini hari.
Ternyata setelah dilakukan pengamatan terlihat jelas bahwa yang paling banyak disukai oleh hama walang sangit (Leptocarixa acuta) adalah pada umpan yang berasal dari kepiting yang sudah membusuk sehingga yang dari darah beku tidak terlalu disukai. Dengan demikian pengendalian yang kami lakukan sangat efektip pada kepiting yang sudah membusuk. Dengan demikian pengendalian hama walang sangit dengan menggunakan media darah dan kepiting lebih baik, kerena bahan-bahan mudah didapat disekitar kita juga ramah dengan lingkungan.

F. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan bahwa pengendalian fisik mekanik dengan menggunakan media darah sapi dan kepiting yang sudah busuk. Hasil yang lebih baik dengan menggunakan kepiting yang sudah membusuk. Karena pada kepiting memiliki bau yang khas hingga dapat membuat walang sangit tertarik pada baunya. Disamping dengan menggunakan media darah sapi dan kepiting yang sudah membusuk, alat yang kami gunakan lampu petromaks sebagai penarik walang sangit agar berdatangan, kerena walang sangit suka dengan cahaya terang. Disamping itu cara ini sangat mudah dan murah.
Dari alat-alat dan bahan mudah kita dapatkan di sekitar kita, agar petani yang menggunakannya ramah dengan lingkungan atau pengendalian ini sangat mudah dan praktis dalam penggunaannya, dengan adanya pengendalian semacam ini walang sangit yang ada akan mendekati perangkap tersebut kemudian, bisa kita semprot dengan menggunakan pestisida atau dengan yang lain. Dengan cara ini pula kita tidak susah lagi untuk menunggu akan datangnya walang sangit tersebut.

G. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas bahwa pengendalian secara fisik mekanis yang mampu mengundang walang sangit dengan menggunakan media kepiting yang sudah busuk sedangkan dengan menggunakan dara sapi kurang mampu untuk mengundang datangnya walang sangit. Maka dari itu terlihat dengan jelas bahwa media kepiting yang sudah busuk lebih mampu mengundang akan datangnya walang sangit dan praktis.

H. DAFTAR PUSTAKAN
Astuti Isti, 2006. Petunjuk Praktikum Perlindungan Tanaman. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) jurusan penyuluhan pertanian Magelang, Yogyakarta

mengenal metamorfosis serangga

METAMORFOSIS SERANGGA
A. TUJUAN
Mempelajari macam-macam tipe metamorfosis

B. TINJAUAN PUSTAKA
Pada serangga terjadi perubahan bentuk yang sering disebut metamorfosis. Metamorfosis terdiri dari:
1. Metamorfosis tidak sempurna (paurometabola dan hemimetabola)
Metamorfosis ini mulai dari telur – nimfa – dewasa. Bentuk nimfa mirip dengan induknya, hanya pada nimfa sudah tampak calon sayap apabila dewasanya bersayap. Habitat nimfa didarat atau diair. Nimfa yang hidupnya didarat, metamorfosisnya disebut paurometabola (sebagian besar pterygota kelompok eksopterygota). Sedangkan apabila nimfa hidup diair disebut hemimetabola (misalnya odonata).
2. Metamorfosis sempurna (holometabola)
Metamorfosis ini mulai dari telur- larva- dewasa- pupa. Bentuk serangga mmuda sama tidak sama dengan bentuk dewasanya. Terdapat dua bentuk yaitu larva dan pupa. Perbedaan antara holometabola dan hipermetamorfosis terletak pada jumlah macam tipae larvanya. Pada holometabola selam stadium larva hanya mempunyai satu tipe (misalnya: Coleoptera, Lepidoptera, Diptera, Hymenoptera), sedangkan pada hipermetamorfosis lebih dari satu tipe (misalnya: Hymenoptera perasitik).
3. Tidak mengalami metamorfosis (ametabola)
Sejak telur menetas sampai menjadi dewasa, serangga tidak mengalami perubahan bentuk, hanya terjadi perubahan ukuran. Serangga yang bermetamorfosis demikian kebanyakan dari subklas Apterygota.

C. ALAT DAN BAHAN
1. Larva ordo Lepidoptera
2. Nimfa ordo Orthroptera
3. Toples reaning
4. Pekan alami

D. LANGKAH KERJA
1. Pemeliharaan larva dan nimfa yang telah tersedia
2. Amati perkembangan selama satu siklus hidup serangga
3. Catat umur masing-masing fase

E. HASIL PENGAMATAN
Jenis serangga :
Media pengamatan : Toples reaning
Hasil pengamatan :
a. Usia telur
b Usia larva permulaan
c Usia larva akhir
d. Usia pupa
e. Usia imago

F. PEMBAHASAN
Salah satu cara untuk mengetahui tentang metamorpose serangga adalah dengan membuat data kehidupan serangga. Dengan data tersebut kita dapat mengetahui tentang perkembangan populasi serangga dan fase perkembangan hidup serangga sehingga kita dapat menentukan kapan dan bagaimana cara mengandalikan serangga tersebut. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa usia telur …… hari, larva permulaan ………. Hari, larva akhir ……….. hari, pupa 7 hari dan imago ………… hari..

G. KESIMPULAN
Dari data yang diperoleh dapat diketahui bahwa sepanjang satu siklus hidup serangga tersebut mortalitas terjadi paling banyak pada fase larva muda dan larva tua. Mortalitas karena musuh alami ( parasitoid dan penyakit ) paling tinggi terjadi pada fase larva tua / akhir.
H. DAFTAR PUSTAKA

Kasumbogo Untung. 2001. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjahmada University Press. Yogyakarta

Astuti Siti, 2006. Petunjuk Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. STPP Jurusan Penyuluhan Pertanian, Yogyakarta

penyuluhan

Penggolongan Masyarakat Tani Dalam Penyuluhan Pertanian

A. Tujuan
1. Untuk menganalisa penggolongan masyarakat yang ada diwilayahnya
2. Untuk menganalisa peran para tokoh masyarakat didaerahnya

B. Dasar Teori
Dalam masyarakat secara umum telah terjadi penggolongan atau klasifikasi yang menggambarkan keadaan atas dasar penggolongan tersebut. Penggolongan dapat atas dasar faktor ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan sebagainya. Hal ini terjadi secara perlahan tetapi terus bergilir sehingga akan melahirkan tokoh masyarakat.
Dibidang pertanian berkaitan dengan kegiatan inovasi teknologi, masyarakat digolongkan kedalam:
1. Inovator, yaitu gologan orang-orang yang lebih dahulu mencari informasi teknologi dibandingkan masyarakat lainnya. Orang pada golongan ini lebih dahulu mencoba dari materi yang diperoleh walaupun secara resmi atau secara umum belum disosialisasikan. Mereka biasanya modal yang cukup, lahan yang luas, pendidikan yang tinggi, berani menanggung resiko.
2. Penerap dini, yaitu golongan orang-orang yang lebih cepat dalam menyambut inovasi teknologi. Mereka cepat berhubungan dengan sumber teknologi, para penyuluh dan lembaga lain.
3. Penerap awal, yaitu golongan orang-orang yang umum. Mereka akan menerina adanya inovasi baru bila nyata-nyata telah memberikan hasil yang menguntungkan. Penerapan dilakukan bila sudah ada bukti yang nyata dan belum melakukan penerapan karena takut akan resiko kegagalan.
4. Penerapan akhir, yaitu golongan orang-orang yang selalu ada dibelakang. Mereka mau menerapkan pada bagian akhir karena melihat dahulu tentang penerapan pada umumnya.
5. Penolak, yaitu golongan orang-orang yang selalu menolak adanya inovasi baru, takut terhadap perubahan, menganggap selama ini dilakukan adalah yang paling benar.

C. Langkah Kerja
1. Setiap mahasiswa melakukan perencanaan didaerah asalnya dalam lingkup satu kampung/RT atau RW tentang golongan yang ada dimasyarakat tersebut.
2. Uraikan dasar penggolongan yang ada didaerah tersebut (ekonomi, pendidikan, peranan, dll).
3. Uraikan penggolongan tersebut kaitannya dengan masuknya inovasi teknologi.
4. Tulislah hasil anallisis tersebut dalam bentuk laporan.

D. Hasil :
Pada umumnya setiap tempat atau kampong memiliki golongan yang tak berbeda hanya sedikit saja yang berbeda. Seperti pada daerah Sumatra, dalam kehidupan bermasyarakat atau petani tepatnya. Penggolongan yang ada disana sebagai berikut:
1. Inovator, yaitu gologan orang-orang yang lebih dahulu mencari informasi teknologi dibandingkan masyarakat lainnya. Pada golongan ini lebih dahulu mencoba dari materi yang diperoleh walaupun secara resmi atau secara umum belum disosialisasikan. Mereka biasanya modal yang cukup, lahan yang luas, pendidikan yang tinggi, berani menanggung resiko.
2. Penolak, yaitu golongan orang-orang yang selalu menolak adanya inovasi baru, takut terhadap perubahan, menganggap selama ini dilakukan adalah yang paling benar.
3. Penerima, yaitu golongan orang-orang yang dapat menerima adanya inovasi baru, sebab kemungkinan dapat merubah nasip mereka.
4. Kesadaran, yaitu golongan orang-orang yang dapat mengerti tentang keadaan sekarang dan pertama kali mendengar tentang inovasi.
5. Berminat, yaitu golongan orang-orang yang ingin mencari informasi lebih lanjut atau oarng yang mencari informasi sebanyak-banyaknya.
6. Kreatif, yaitu golongan orang-orang yang dapat menerapkan/mengembangkan keterampilannya dalam bidang pertanian.
7. Dan lain sebagainya.

E. Pembahasan
Dari hasil diatas tentang penggolongan yang ada di masyarakat terutama masyarakat petani dapat diperjelas dan dibahas sebagai berikut:
1. Inovator, yaitu gologan orang-orang yang lebih dahulu mencari informasi teknologi dibandingkan masyarakat lainnya. Golongan ini lebih dahulu mencoba dari materi yang diperoleh walaupun secara resmi atau secara umum belum disosialisasikan. Mereka biasanya mempunyai modal yang cukup, lahan yang luas, pendidikan yang tinggi, berani menanggung resiko. Disamping itu mereka dapat mencari informasi lewat majalah, Koran, televisi dan lain sebagainya. Dapat juga dikatakan petani yang kaya sebab tercukupnya modal/modal yang besar, maka sebelum petani yang lain memiliki alat alat pertanian yang moderen ia sudah duluan.
2. Penolak, yaitu golongan orang-orang yang selalu menolak adanya inovasi baru, takut terhadap perubahan, menganggap selama ini dilakukan adalah yang paling benar dan tidak percaya tentang adanya pengarahan yang diberikan oleh penyuluh pertanian menganggap dirinya benar dan merasa kehidupannya sudah tercukupi. Dapat juga dikatakan orang yang keras kepala dan pada umumnya orang yang sudah tua yang bersifat begini, sebab mereka beranggapan merekalah yang banyak berpengalaman.
3. Penerima, yaitu golongan orang-orang yang dapat menerima adanya inovasi baru, sebab kemungkinan dapat merubah nasip mereka, dari kalangan orang-orang yang miskin dan kurangnya modal serta pengetahuan yang mereka miliki. Mereka beranggapan agar mendapat bantuan yang selayaknya untuk memenuhi peralatan pertanian mereka.
4. Kesadaran, yaitu golongan orang-orang yang dapat mengerti tentang keadaan sekarang dan pertama kali mendengar tentang inovasi baru dalam dunia pertanian dan ia pun menjadi sadar tentang keadaan sekarang, apakah itu dari perubahan zaman atau yang lain-lainnya. Mereka juga sadar tentang kehidupannya yang sekarang ini sebab mereka beranggapan dengan adanya kesadaran kehidupan mereka akan berubah walaupun itu hanya sedikit berubahnya mereka akan terima.
5. Berminat, yaitu golongan orang-orang yang ingin mencari informasi lebih lanjut atau oarng yang mencari informasi sebanyak-banyaknya. Dapat juga dikatakan orang yang berkeinginan yang sangat besar dan ingin berubah kehidupannya yang sekarang ini sangat tidak mendukung juga bisa dikatakan dengan adanya perubahan zaman yang ada saat sekarang ini dan ia pun berniat ingin merubah juga.
6. Kreatif, yaitu golongan orang-orang yang dapat menerapkan/mengembangkan keterampilannya dalam bidang pertanian. Dapat juga dikatakan orang yang berseni, rajin dan sebagainya, umumnya oarng yang kreatif adalah orang yang mau melakukan apapun yang ada dan tak kenal istirahat. Seperti orang-orang yang sudah tua karena orang dahulu masih mengikiti keadaan yang ada pada zaman dahulu. Mereka berbuat seperti itu karena mereka kurangnya modal atau uang yang mereka miliki.
7. Dan lain sebagainya atau masih banyak lagi yang belum terjelaskan.
F. Kesimpulan
Inovator, yaitu gologan orang-orang yang lebih dahulu mencari informasi teknologi dibandingkan masyarakat lainnya
Penolak, yaitu golongan orang-orang yang selalu menolak adanya inovasi baru, takut terhadap perubahan
Penerima, yaitu golongan orang-orang yang dapat menerima adanya inovasi baru
Kesadaran, yaitu golongan orang-orang yang dapat mengerti tentang keadaan sekarang dan pertama kali mendengar tentang inovasi baru
Berminat, yaitu golongan orang-orang yang ingin mencari informasi lebih lanjut atau oarng yang mencari informasi sebanyak-banyaknya.
Kreatif, yaitu golongan orang-orang yang dapat menerapkan/mengembangkan keterampilannya




DAFTAR PUSTAKA

Van Den Ban dan Hawkins, 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius, Yogyakarta.

Warno Utomo Sojono dan Adlan , 2006. Dasar-Dasar Penyuluhan Pertanian. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang, Yogyakarta.

Mahardikanto Totok, 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. University Press, Surakarta.

Marzuki Syamsiah, 1999. Dasar-Dasar Penyuluhan Pertanian. Universitas Terbuka, Jakarta

Wirlaatmadja Soekandar, 1977. Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. Yasaguna, Jakarta

Rabu, 06 Agustus 2008

suatu keracunan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Istilah keracunan makanan digunakan secara luas oleh masyarakat untuk semua penyakit yang diakibatkan oleh pemasukan makanan yang mengandung toksin. Dalam bahan makanan, suatu zat dapat dinyatakan sebagai racun (toksin) jika efek yang ditimbulkan dari zat tersebut dapat merusak sistem kerja metabolisme tubuh. Dari sekian banyak bahan makanan yang tersedia di alam, jamur merupakan salah satu bahan pangan yang berpotensi menimbulkan racun namun tidak jarang pula banyak dikonsumsi oleh masyarakat.

Jamur (fungi) adalah kelompok besar jasad hidup yang termasuk ke dalam dunia tumbuh-tumbuhan. Struktur tubuhnya bervariasi mulai dari yang sederhana/uniseluler

(contohnya khamir), sampai dengan bentuk lengkap/multiseluler (contohnya jamur kayu) dengan dinding sel dari selulosa atau khitin. Jamur memiliki inti (eukariot), berspora, namun tidak mempunyai pigmen hijau daun (khlorofil). Cara perkembangbiakannya secara aseksual (vegetatif) menghasilkan spora dan secara seksual (generatif) melalui kontak gametangium dan konjugasi (Anonim, 2007). Dewasa ini banyak masyarakat mengonsumsi jamur karena alih fungsinya sebagai bahan makanan alternatif pengganti daging. Selain karena memiliki cita rasa yang tinggi, orang mengonsumsi jamur juga karena pertimbangan kesehatan. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan bila jamur sering digunakan para vegetarian untuk menggantikan menu daging mereka. Jamur merang (Volvariella), jamur kuping (Auricularia), shitake (Lentinus), dan jamur tiram putih (Pleuterotus) merupakan jenis-jenis jamur pangan yang kini sering dikonsumsi oleh masyarakat. Selain karena rasanya yang enak, jamur juga memiliki banyak manfaat. Misalnya, sebagai bahan obat-obatan, untuk dibudidayakan, dan bermanfaat pula dalam pengolahan pangan seperti dalam pembuatan wine, tempe, tape, kecap, keju, dan lain sebagainya. Namun bahan makanan ini tidak selamanya menguntungkan. Di sisi lain, jamur dapat pula menjadi penyebab penyakit kerusakan pangan atau yang lebih dikenal dengan istilah keracunan.

Dalam beberapa dekade terakhir ini sering kita jumpai kasus keracunan makanan yang diakibatkan oleh jamur beracun. Jamur beracun merupakan golongan jamur dengan kandungan senyawa-senyawa kimia berbahaya yang berpotensi menimbulkan efek toksik bagi kesehatan. Pada kenyataannya sangat sukar untuk membedakan jenis jamur beracun (membahayakan) dan tidak. Meskipun demikian, ada beberapa ketentuan yang sejauh ini dapat dijadikan pegangan untuk menentukan jenis jamur beracun atau tidak. Umumnya jenis jamur beracun mempunyai ciri-ciri seperti memiliki warna yang agak mencolok misalnya merah darah, hitam, cokelat, hijau tua, biru tua dan sejenisnya (perkecualian untuk jamur kuping dengan payung berwarna coklat yang dapat dimakan); memiliki cincin atau cawan pada tangkainya dengan bentuk seperti payung putih kekuningan, misalnya jenis Amanita muscaria (perkecualian untuk jamur merang, walaupun memiliki cincin namun tetap bisa dimakan); jamur beracun tumbuh pada tempat yang kotor (misalnya tempat pembuangan sampah dan pada kotoran hewan), serta memiliki bau busuk karena mengandung senyawa sulfida atau sianida sehingga jarang dihinggapi serangga atau binatang kecil lainnya. Jika jenis jamur ini dilekatkan pada benda yang terbuat dari perak asli maka pada permukaan benda tersebut akan timbul warna hitam (karena sulfida) atau kebiruan (karena sianida). Selain itu, jenis jamur beracun jika dimasak atau dipepes bersama nasi putih maka nasi tersebut akan berubah warna menjadi coklat, kuning, merah, atau hitam. Ada banyak jenis-jenis jamur beracun, diantaranya Amanita phalloides, virosa dan verna; Gyromitra (Helvella) esculenta; Boletus satanas, Russula emetica, Lactarius torminosus (jamur setan/giftreizker); jenis Inocybe; Amanita muscaria, dan Amanita pantherina (jamur lalat dan jamur macan tutul) (Anonim, 2007).

Dari sekian banyaknya jenis jamur beracun, jamur Amanita phalloides merupakan spesies jamur beracun paling berbahaya karena dapat menyebabkan kematian apabila dikonsumsi oleh masyarakat. Jamur ini mengandung amanitin (amatoksin) dan phalloidin (falotoksin) sebagai senyawa-senyawa kimia berbahaya yang dapat menimbulkan efek toksik bagi kesehatan. Karena itu dengan mengenal aspek biologis jamur beracun ini lebih jauh seperti mengetahui ciri, kandungan senyawa racun, serta efek toksik yang ditimbulkan, maka pencegahan dan pengobatan akibat keracunan jamur Amanita phalloides dapat dilakukan sedini mungkin

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah, antara lain:

1.

Apakah jamur Amanita phalloides?

2.

Bagaimanakah efek senyawa racun pada jamur Amanita phalloides?

3.

Bagaimanakah cara penanggulangan keracunan jamur Amanita phalloides?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk beberapa hal, antara lain:

1.Untuk mengetahui jamur Amanita phalloides

2.Untuk mengetahui efek senyawa racun pada jamur Amanita phalloides

3.Untuk mengetahui cara penanggulangan keracunan jamur Amanita phalloides

1.4. Manfaat Penelitian

1. Dimaksudkan agar masyarakat lebih berhati-hati dalam memilih jenis-jenis jamur yang dapat dikonsumsi mengingat jamur memiliki potensi sebagai bahan makanan beracun

2. Dimaksudkan agar penanggulangan terhadap penderita keracunan jamur Amanita phalloides dapat dilakukan sedini mungkin mengingat efek toksik senyawa kimia pada jamur beracun ini sangat berbahaya bagi kesehatan

1.5. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan melakukan kajian pustaka mengenai efek kandungan racun pada jamur Amanita phalloides dan cara penanggulangannya. Metode yang digunakan adalah studi pustaka, baik yang berasal dari buku-buku hingga situs internet mengenai jenis jamur itu sendiri. Data dikumpulkan melalui tahapan pembacaan mengenai jamur Amanita phalloides, sehingga diperoleh informasi sebanyak mungkin mengenai potensi jamur ini sebagai bahan makanan beracun.

BAB II

ASPEK BIOLOGIS JAMUR AMANITA PHALLOIDES

2.1 Morfologi Jamur Amanita phalloides

Jamur Amanita phalloides dikenal pula sebagai payung maut (Death Cap). Dari sekian banyaknya jenis jamur beracun, Amanita phalloides merupakan spesies jamur paling berbahaya karena kematian biasanya terjadi setelah mengonsumsi jamur ini. Masyarakat awam sering sering mengira jamur ini dengan champignon (jamur agaricus)

Secara morfologi, jamur Amanita phalloides termasuk organisme heterotrof karena tidak mempunyai pigmen hijau daun (khlorofil) untuk melakukan proses fotosintesis. Tubuh buah seperti payung dengan tudung berwarna merah, coklat muda, coklat tua sampai kuning dengan bintik-bintik putih. Dapat hidup sebagai saprofit atau parasit. Menurut Ainsworth (1973), jamur beracun ini dicirikan sebagai tumbuhan talus dengan struktur tubuh uniseluler atau berfilamen, bersifat amotil (dengan pengaliran sitoplasma melalui miselium), dinding sel mengandung kitin dan selulosa, serta memiliki inti sel (eukariot). Pada umumnya dapat berkembang biak secara seksual (generatif) maupun aseksual (vegetatif). Cara reproduksi jamur Amanita phalloides secara aseksual akan menghasilkan spora dengan sporokarpa makroskopik maupun mikroskopik. Habitatnya tumbuh liar di hutan, tegalan, pekarangan, serta dapat ditemukan pula di antara jatuhan daun atau pada tanah humus.

2.2 Senyawa Racun Jamur Amanita phalloides

Karena efek toksiknya yang sangat berbahaya, maka sejak abad ke-19 para ahli kimia telah melakukan penelitian terhadap kandungan senyawa kimia pada jamur Amanita phalloides yang berpotensi sebagai racun. Pada tahun 1891, R. Kobert menemukan senyawa kimia yang beliau namakan phallin. Walaupun bersifat haemolitik namun senyawa kimia ini tidak memiliki efek toksik. Kemudian Lynen, F. dan U. Wieland (1938) menemukan phalloidin sebagai racun utama pada jamur Amanita phalloides. Dan pada tahun 1941, amanitin ditemukan oleh Wieland, H dan R. Hallermayer sebagai senyawa berikutnya yang bersifat sebagai racun.

Phalloidin merupakan salah satu kelompok racun death cap (Amanita phalloides) yang sering dikenal pula sebagai phallotoxin. Berupa rantai bisiklik heptapeptide dan terikat secara khusus pada interfase subunit F-actin. Oleh sebab itu, ikatan phalloidin lebih kuat pada actin filament (F-actin) daripada pada actin monomer. Secara stokiometrik, phalloidin bereaksi dengan actin dan berfungsi menstabilkan polimer-polimer actin (khususnya struktur F-actin). Ikatan polimerisasi pada struktur actin filament (F-actin) distabilkan dengan cara mengurangi tingkat konstan untuk peruraian subunit actin monomer.

Gambar 1. Struktur Kimia Phalloidin

(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Phalloidin)

Seperti halnya phalloidin, amanitin merupakan jenis racun yang paling mematikan dari semua amatoxin. Racun ini ditemukan di dalam beberapa anggota jenis jamur Amanita, salah satunya adalah Death cap (Amanita phalloides) sebagaimana disebut malaikat penghancur. Amanitin ditemukan pula dalam jamur Galerina autumnalis dan Conocybe filaris. LD amanitin sekitar 0.1 mg/kg. Amanitin berupa siklik nonribosomal peptide dari delapan amino acids dan terikat kuat pada enzim RNA polymerase II (Anonim, 2007).

Gambar 2. Struktur Kimia Amanitin

(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Alpha-amanitin)

Gambar 2. Struktur molekuler Kimia Amanitin

(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Alpha-amanitin)

BAB III

EFEK SENYAWA RACUN JAMUR AMANITA PHALLOIDES

3.1. Mekanisme Kerja

A. Phalloidin (Falotoksin) merupakan heptapeptida yang termostabil. Phalloidin bekerja hepatotoksik kuat jika digunakan secara parenteral. Di dalam sel, fungsi phalloidin berbeda-beda tergantung konsentrasinya dalam sel. Menurut Wehland, pada konsentrasi yang lebih besar phalloidin akan mengurangi kontraksi sel. Sedangkan pada konsentrasi rendah, phalloidin menerima sedikit bentuk-bentuk polymerized cytoplasmic actin seperti bentuk filamen. Secara umum, phalloidin bekerja menstabilkan actin filament (F-actin) melalui pencegahan depolimerisasi filamen dan mencegah aktivitas ATP hydrolysis dari F-actin.

Phalloidin tidak menyerap sel-sel membran, membuatnya menjadi kurang efektif dalam eksperimen dengan sel-sel yang hidup. Sel-sel yang berikatan dengan racun ini secara bertahap akan mati. Namun sehubungan dengan membran plasma mereka, sel-sel yang dipengaruhi oleh toksin phalloidin akan memiliki tingkat actin yang lebih besar. Seperti halnya microinjection phalloidin kedalam sel-sel hidup akan mengubah penyaluran actin seperti pada sel-sel yang telah mati.

B. Amanitin (Amatoksin) merupakan oktapeptida yang juga termostabil. Mekanisme kerja dari amanitin yaitu dengan menghambat RNA-polimerase yang tergantung pada DNA. Akibatnya sintesis asam nukleat di inti sel serta sintesis protein akan ikut terhambat pula. Kerusakan terbesar akibat toksin ini terjadi pada organ hati dan ginjal. Selain mekanismenya menghambat RNA polymerase II, amanitin juga bisa digunakan sebagai penentu tipe RNA polymerase. Hal ini dilakukan melalui tes sesnsitivitas pada polimerase dengan ketentuan sebagai berikut: amanitin. RNA polimerase I tidak sensitif, amanitin RNA polimerase II sangat sensitif, dan amanitin.RNA sedikit sensitif (Anonim, 2007).

3.2 Gejala dan Efek Keracunan Jamur Amanita phalloides

A. Studi Toksisitas Phalloidin:

Gejala akibat keracunan phalloidin baru akan terjadi setelah periode laten yang cukup lama yaitu sekitar 8-24 jam. Muntahnya penderita keracunan menandakan jika gejala baru terjadi. Setelah itu diikuti terjadinya gangguan pada saluran pencernaan. Yang bersangkutan akan merasa sangat sakit dan terjadi diare hebat. Akibatnya akan banyak air dan elektrolit yang hilang dalam tubuh sehingga akan terjadi kegagalan sirkulasi.

Efek toksik dari racun ini yaitu terjadi kerusakan pada organ ginjal dan hati. Kerusakan ginjal menyebabkan berkurangnya produksi air kemih atau bahkan tidak ada sama sekali. Sedangkan kerusakan hati mengakibatkan sakit kuning yang biasanya muncul dalam kurun waktu 2-3 hari. Kadang-kadang gejala akan hilang dengan sendirinya, tetapi hampir 50% penderita akan meninggal dalam 5-8 hari.

B. Studi Toksisitas Amanitin:

Diare dan kejang merupakan gejala-gejala pertama akibat keracunan amanitin. Penundaan pengobatan terhadap gejala-gejala ini akan membuatnya lebih sulit untuk didiagnosa yang nantinya dapat berakibat fatal.

Beberapa efek toksik (dampak) dari racun ini akan terlihat dalam kurun waktu 10 jam. Hal ini merupakan hal yang biasa untuk beberapa dampak yang akan terjadi dalam kurun waktu 24 jam setelah berada dalam proses pencernaan. Setelah itu, perut akan terasa terpompa dan timbul rasa sakit yang luar biasa. Pada hari keempat dan kelima, amanitin akan mulai memperlihatkan dampak yang parah pada hati dan ginjal, yang mengarah pada rusaknya sistem total kedua organ tubuh ini. Racun ini secara efektif dapat menyebabkan cytolysis hepatocytes (sel-sel hati). Biasanya orang-orang yang terkena racun ini akan mati dalam waktu sekitar seminggu dari saat proses pencernaannya. Studi lain menyatakan sekitar 15% dari yang terkena racun ini akan mati dalam waktu 10 hari melewati tahap keadaan tak sadarkan diri sampai ke keadaan gagal ginjal, gagal hati, koma hepatic, gagal saluran pernafasan dan mati. Orang-orang yang sembuh akan memiliki resiko kerusakan hati yang permanen (Anonim, 2007).

BAB IV

CARA PENANGGULANGAN

4.1 Cara Pengobatan Keracunan Jamur Amanita phalloides

Secara umum, cara pengobatan pada kasus keracunan jamur Amanita phalloides meliputi:

1. Pengosongan lambung

Karena sisa-sisa racun jamur akan ada dalam lambung dalam jangka waktu yang cukup lama, maka pasien dianjurkan pula untuk melakukan pengosongan lambung dengan cara pembilasan atau memuntahkan isi lambung sehingga racun yang masuk ke dalam organisme dapat dihilangkan.

2. Pemberian karbon aktif

Setelah pembilasan lambung, lebih baik diberikan adsorbensia dan laksansia garam jika diduga sebagian racun sudah masuk ke usus. Biasanya pemberian adsorbensia, terutama karbon aktif, akan lebih baik dan tidak terlalu berbahaya.

3. Hemoperfusi untuk melakukan detoksifikasi

Pada hemopermusi, darah dilewatkan melalui adsorbensia yang dirancang khusus seperti harsa polistiren dan arang.

4.

Hemodialisis pada kegagalan ginjal akut

Pada sisitem ini, ginjal buatan mendialisis darah di luar tubuh pada membran yang amat luas permukaannya yang dibilas dengan cairan dialisis.

5.

Pengaturan kesetimbangan air dan elektrolit

Dengan kontrol secara terus menerus pada kesetimbangan elektrolit dan air, dapat diketahui banyaknya air dan elektrolit dalam tubuh yang hilang dan dapat dikembalikan lagi dengan infus. Dapat pula diberikan infus glukokortikoid dosis tinggi.

6.

Termasuk juga aneka ragam obat-obatan untuk melawan senyawa-senyawa racun pada jamur Amanita phalloides, seperti intravenous penicilin dan cephalosporin derivatives.

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Jamur Amanita phalloides merupakan jenis jamur beracun karena mengandung senyawa-senyawa kimia berbahaya yang memiliki efek toksik terhadap kesehatan, seperti phalloidin yang terikat kuat pada actin filament (F-actin) dan amanitin yang terikat kuat pada enzim RNA polymerase II.

2. Efek toksik senyawa-senyawa racun pada jamur Amanita phalloides terhadap kesehatan yaitu dapat menimbulkan diare hebat setelah diawali dengan gejala muntah dari penderita keracunan. Akibatnya tubuh banyak kehilangan air dan elektrolit sehingga terjadi kegagalan sirkulasi. Diikuti adanya kerusakan hati dan terjadi pula kegagalan ginjal akut yang dapat mematikan

3. Cara pengobatan keracunan jamur Amanita phalloides diantaranya meliputi pembilasan lambung, pemberian karbon aktif, hemoperfusi, hemodialisis, pengaturan kesetimbangan air dan elektrolit (dapat pula diberikan infus glukokortikoid dosis tinggi) akibat kehilangan air dan elektrolit dalam jumlah besar serta pemberian intravenous penicilin dan cephalosporin derivatives.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, L. H., 2004, Penyebab Makanan Beracun, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1204/09/cakrawala/utama01.htm, 20 Juli 2007

Anonim, 2007, Amanita phalloides, http://images.google.co.id/images?hl=id&q=amanita+phalloides&btnG=Cari+Gambar&gbv=2, 19 Agustus 2007

Anonim, 2007, Amanitin, http://en.wikipedia.org/wiki/Phalloidin, 19 Agustus 2007

Anonim, 2005, Cara Menghindari Kematian karena Makan Jamur Liar, http://www.situshijau.co.id/app/tulisan.php?act=detail&id=507&id_kolom=2, 22 Juli 2007

Anonim, 2000, Ciri-Ciri Umum Jamur, http://free.vlsm.org/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/0024%20Bio%201-5a.htm, 22 Juli 2007

Anonim, 2007, Kulat Beracun : Death Cap (Amanita phalloides), http://pkukmweb.ukm.my/~ahmad/tugasan/s3_99/tan_poh.htm, 23 Juli 2007

Anonim, 2007, Phalloidin, http://en.wikipedia.org/wiki/Phalloidin, 19 Agustus 2007

Anonim, 2001, Waspada Lebih Baik daripada Keracunan, http://www.sedap-sekejap.com/artikel/2001/edisi6/files/ulas.htm, 23 Juli 2007

Manik, M., 2003, Keracunan Makanan (Food Poisoning), http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi-murniati.pdf, 20 Juli 2007

Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi, Bandung, ITB

Putra, E. D. L., 2003, Keracunan Bahan Organik dan Gas di Lingkungan Kerja dan Upaya Pencegahannya, http://library.usu.ac.id/download/fmipa/farmasi-effendy.pdf, 20 Juli 2007

Label: TOKSIKOLOGI

HAMA/PENYAKIT UTAMA PADA TANAMAN KAKAO DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

Conopomorpha cramerella
Buah kakao yang diserang berukuran panjang 8 cm, dengan gejala masak awal, yaitu belang kuning hijau atau kuning jingga dan terdapat lubang gerekan bekas keluar larva. Pada saat buah dibelah biji-biji saling melekat dan berwarna kehitaman, biji tidak berkembang dan ukurannya menjadi lebih kecil. Selain itu buah jika digoyang tidak berbunyi.

b. Kepik penghisap buah (Helopeltis spp)
Buah kakao yang terserang tampak bercak-bercak cekung berwarna coklat kehitaman dengan ukuran bercak relatif kecil (2-3 mm) dan letaknya cenderung di ujung buah. Serangan pada buah muda menyebabkan buah kering dan mati, tetapi jika buah tumbuh terus, permukaan kulit buah retak dan terjadi perubahan bentuk. Bila serangan pada pucuk atau ranting menyebabkan daun layu, gugur kemudian ranting layu mengering dan meranggas.

c. Penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora)
Buah kakao yang terserang berbercak coklat kehitaman, biasanya dimulai dari ujung atau pangkal buah. Penyakit ini disebarkan melalui sporangium yang terbawa atau terpercik air hujan, dan biasanya penyakit ini berkembang dengan cepat pada kebun yang mempunyai curah hujan tinggi dengan kondisi lembab.style=";font-family:Arial,Helvetica,sans-serif;font-size:85%;" > Usaha pengendalian hama/penyakit tersebut terutama dilakukan dengan sistem PHT (pengendalian hama terpadu).
• Hama penggerek buah.
Pengendaliannya dilakukan dengan : (1) karantina; yaitu dengan mencegah masuknya bahan tanaman kakao dari daerah terserang PBK; 2) pemangkasan bentuk dengan membatasi tinggi tajuk tanaman maksimum 4m sehingga memudahkan saat pengendalian dan panen; (3) mengatur cara panen, yaitu dengan melakukan panen sesering mungkin (7 hari sekali) lalu buah dimasukkan dalam karung sedangkan kulit buah dan sisa-sisa panen dibenam; (4) penyelubungan buah (kondomisasi), caranya dengan mengguna-kan kantong plastik dan cara ini dapat menekan serangan 95-100 %. Selain itu sistem ini dapat juga mencegah serangan hama helopeltis dan tikus.; (5) cara kimiawi: dengan Deltametrin (Decis 2,5 EC), Sihalotrin (Matador 25 EC), Buldok 25 EC dengan volume semprot 250 l/ha dan frekuensi 10 hari sekali.

• Hama helopeltis
Pengendalian yang efektif dan efisien sampai saat ini dengan insektisida pada areal yang terbatas yaitu bila serangan helopeltis <15>15% penyemprot-an dilakukan secara menyeluruh. Selain itu hama helopeltis juga dapat dikendalikan secara biologis, menggunakan semut hitam. Sarang semut dibuat dari daun kakao kering atau daun kelapa diletakkan di atas jorket dan diolesi gula.

• Penyakit busuk buah.
Dapat diatasi dengan beberapa cara yaitu: (1) sanitasi kebun, dengan memetik semua buah busuk lalu membenamnya dalam tanah sedalam 30 cm; (2) kultur teknis, yaitu dengan pengaturan pohon pelindung dan lakukan pemangkasan pada tanaman-nya sehingga kelembaban di dalam kebun akan turun; (3) cara kimia, yaitu menyemprot buah dengan fungisida seperti :Sandoz, cupravit Cobox, dll. Penyemprotan dilakukan dengan frekuensi 2 minggu sekali; (4) penggunaan klon tahan hama/penyakit seperti: klon DRC 16, Sca 6,ICS 6 dan hibrida DR1